Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia Mencapai 700 Ribu

528
Ilustrasi

Prigen (wartabromo) – Organisasi buruh Internasional, ILO menyoroti banyak anak bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Indonesia. Total di Indonesia sebanyak 700 ribu pekerja rumah tangga anak.

72 persen diantaranya pekerja anak perempuan. Mereka membutuhkan perlindungan hukum dan jaminan keamanan karena rentan mengalami pelecehan, kekerasan dan beban kerja berat.

“42 persen melapor menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual,” kata Kepala Penasihat Teknis Nasional Promote, ILO Jakarta, Arum Ratnawati dalam pelatihan media yang diselenggarakan AJI Surabaya di Prigen Kabupaten Pasuruan, Minggu (8/9/2013).

Para pekerja anak ini melakukan pekerjaan berbahaya bagi anak seperti mengangkat barang berat, jam kerja panjang dan melelahkan. Mereka juga rentan menjadi korban tindakan kekerasan, isolasi, perdagangan anak dan kerja paksa. 47 persen pekerja anak bekerja usia di bawah 14 tahun.

Baca Juga :   Pencairan PKH Non Tunai Kabupaten Probolinggo Bertahap Untuk 10 Kecamatan Dulu

Mereka juga mendapat upah rendah. 72 persen diantaranya mendapat upah Rp 300 ribu per bulan. Bekerja 18 jam per hari dan tak memiliki hari libur.

“Mereka tak bisa mengakses hak dasar meliputi kesehatan, pendidikan, bermain dengan teman sebaya, rekreasi dan hak komuniksi dan dirawat orang tua,” jelasnya.

Kondisi ini sangat memprihatinkan karena Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO nomor 1982 tahun 1999 mengapus bentuk pekerjan terburuk bagi anak. Serta Konvensi ILO nomor 138 tahun 1973 usia minimum bekerja 15 tahun.

ILO mendorong pekerja rumah tangga dilindungi secara hukum dan terikat kontrak jelas. Untuk itu, pemerintah dan dewan perwakilan daerah didesak menyusun Undang-Undang yang mengatur pekerja rumah tangga.

Baca Juga :   Truk Tebu Terguling di Raya Purwosari, Lalin Macet

RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang diajukan aktivis perempuan melalui DPR jalan di tempat. RUU tersebut diajukan sejak 2004, seharusnya bisa menjadi prioritas Program Legislasi Nasional DPR pada 2010.

“Namun, sampai saat ini tak pernah dibahas dan dituntaskan menjadi Undang Undang,” pungkasnya. (fyd/fyd)