Mak Yati: Tolonglah, Kasih Balsem…

618
Dok. wartabromo/G Arif Subagyo

Purwosari (wartabromo) – Mak Yati, pemulung yang dikenal karena ketulusannya berkurban 2 ekor kambing saat Idul Adha, kini bekerja serabutan. Penghasilannya hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari. Mak Yati berharap mendapat jatah bantuan langsung sementara masyarakat atau Balsem.

“Kerja hanya cukup untuk makan. Tolong lah Nak, kasih bantuan BBM kayak orang-orang itu,” kata Mak Yati kepada wartawan di rumahnya Dusun Gunungsari Desa Kertosari, Kamis (26/9/2013).

Bantuan BBM yang dimaksud Mak Yati adalah uang kompensasi kenaikan harga BBM untuk warga miskin. Mak Yati mengaku membutuhkannya untuk tambahan membeli keperluan dapur sehari-hari.

Mak Yati dan suaminya Maman memang warga baru di Desa Kertosari. Namun ia berharap bisa diusulkan untuk mendapat jatah Balsem. Balsem dibagikan dalam 4 tahap. Tahap pertama dan kedua sudah diberikan. Mak Yati berharap mendapat pembagian di tahap ke-4 nanti.

Baca Juga :   Pemilih di Pilkada 2018 Wajib Tunjukkan KTP-el saat Mencoblos

“Sudah kami ajukan. KTP dan KK Mak Yati kan baru selesai,” kata Waluyo, Kepala Desa Kertosari.

Seperti diketahui Mak Yati yang asli Kertosari menghabiskan puluhan tahun di Jakarta sebagai pemulung. Mak Yati dikenal karena ketulusannya berkurban 2 ekor kambing saat Idul Adha tahun lalu. Untuk membeli 2 ekor kambing itu ia menabung selama 3 tahun.

Kemensos mengapresiasi ketulusan Mak Yati dengan memberinya sepetak lahan dan rumah di Dusun Gunungsari Desa Kertosari Kecamatan Purwosari. Beberapa donatur juga menjanjikan akan memberangkatkannya ke tanah suci meski hingga saat belum terealisasi.

Di kampung halamannya yang sudah ditinggalkan selama puluhan tahun, Mak Yati dan suaminya Maman kini tinggal. Kebiasaan memungut sampah di Jakarta ia tinggalkan. Ia dan suaminya kini bekerja serabutan sebagai buruh tani dengan penghasilan tak menentu.

Baca Juga :   Mengenal Tulami, Si Penjaga Makam Bupati Probolinggo

Mak Yati mengaku nyaman dan damai hidup di desa. Mereka tak punya niatan kembali pada kehidupan keras ibu kota. Mereka ingin menghabiskan sisa umur di kampung halaman. “Sekarang sudah punya rumah, di Jakarta nggak punya rumah,” ujar Mak Yati. (fyd/fyd)