Upah Membengkak, Buruh di PIER Terancam PHK

789
Ilustrasi demo buruh/wartabromo.com

Rembang (wartabromo)  – Perusahaan yang berada di kompleks PT Pasuruan Industri Estate Rembang (PIER) menjerit karena upah buruh di Kabupaten Pasuruan sangat tinggi. Jika terus naik tidak menutup kemungkinan akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah besar.

Kawasan PIER didominasi Penanaman Modal Asing (PMA) Jepang. Produk mereka diekspor dan selama beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan harga jual. Jika upah buruh terus membengkak maka jelas akan ada evaluasi termasuk pemangkasan buruh.

“Nilai jual produksi semakin turun sementara upah terus naik.  Ya pasti perusahaan akan melakukan evaluasi terkait cost labour,” kata Joko Winarno, Koordinator Forum Komunikasi Personalia PIER Pasuruan (FKPP), Joko Winarno, Selasa (19/11/2013).

Baca Juga :   Sempat Ricuh, Ini Video Pertandingan Persekap Vs PSIS Semarang

Tingginya upah buruh tersebut, kata Joko, karena di Kabupaten Pasuruan menerapkan sudah Upah Minimun Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

“Pergub nomor 29 tahun 2013 mengatakan perusahaan diwajibkan membayar UMSK. Dan anehnya peraturan berskala Jatim itu hanya diterapkan di Kabupaten Pasuruan,” ujarnya.

Beban membayar upah buruh sesuai UMSK tersebut masih harus ditambah dengan adanya peraturan daerah (perda) nomor 22 tahun 2012 tentang sistem penyelenggaraan ketenagakerjaan di Kabupaten Pasuruan, yang salah satu pasalnya mewajibkan pengusaha membayar 5 persen lebih tinggi dari UMSK..

“Jika perusahaan melaksanakan perda tersebut maka bebanya akan semakin berat. Sebagian besar perusahaan di PIER sudah membayar sesuai UMSK yakni Rp 1.806.000, jika kami melaksanakan perda maka akan menjadi Rp 1.902.000,” urainya.

Baca Juga :   Idealisme dan Zina Muhson Ibu Pertiwi

Oleh karena itu, kata Joko, dari 40 perusahaan di PIER hanya tiga perusahaan yang menjalankan perda nomor 22 tersebut. “Itupun tidak seluruh isi perda dilaksanakan,” tandasnya.

FKPP yang beranggotakan 36 perusahaan dari 40 perusahaan di kawasan PIER mengharapkan pemerintah daerah juga mendengar suara pengusaha dalam setiap kebijakan terkait perburuan.

“Selama ini kami tidak pernah dilibatkan. Pemerintah harus balance lah dalam membuat kebijakan,” pungkasnya. (fyd/fyd)