Pak Sakera ‘Bukan Ekstrimis’ Tapi Martir Syariat

657

sakeraSeperti layaknya kisah Jawara pejuang lokal di berbagai daerah, politik devide et impera (adu domba kuasailah) selalu digunakan sebagai taktik oleh Belanda untuk mengalahkan keberanian Pak Sakera saat menentang penindasan kaum penjajah. Kata Ekstrimis dan penjahat selalu disandangkan bagi siapa saja yang berdiri melawan penjajah. Hal itu pula yang dialami oleh Pak Sakera.

Ketidakadilan dan kesewenang-wenangan telah membuatnya bangkit melawan setelah melihat upah buruh tebu tidak dibayarkan semestinya. Teriakan Pak Sakera pun kian lantang setelah menyaksikan kaum penjajah memeras rakyat desa dengan cara licik yakni menyuruh Carik Rembang untuk menyediakan lahan baru bagi perusahaan dalam waktu singkat usai musim giling tebu selesai.  Saat itu, pabrik gula milik Goverment sedang membutuhkan banyak lahan baru untuk memanam tebu.

Baca Juga :   Kesulitan Air, Warga Krucil Wadul Wabup

Karena kepentingan itu, orang Belanda ambisius ingin membeli lahan perkebunan yang seluas-luas tapi dengan harga semurah-murahnya. Dengan iming-iming harta dan kekayaan, Belanda meminta agar carik bersedia memenuhi keinginan tersebut. Tak pelak, Carik Rembang pun menggunakan sejumlah cara untuk memuaskan permintaan tersebut termasuk cara kekerasan kepada rakyat dalam mengupayakan tanah untuk perusahaan.

Baca Selengkapnya di Tabloid TITIK TEMU Edisi II Agustus 2014. Baca juga rubrik menarik lainnya : Batu Sadungan Mega Proyek Umbulan, Uang Agustina Bikin PPK Menderita, Proklamasi Sarung Lebaran dll. 

Dapatkan di Toko Terdekat atau hubungi kami untuk berlangganan (082140508157 / 085649551511 )