Menyingkap Sejarah Mata Air, Membuka Mata Hati

1348

sumber umbulanPasuruan (wartabromo) – Pemerintah Kota Pasuruan terus ngotot untuk menyuarakan hak kepemilikannya atas sumber mata air umbulan melalui berbagai cara. Sumber mata air yang selama ini memberikan air bersih kepada warga Kota Pasuruan ini tak ingin begitu saja dibagikan melalui Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) -Umbulan kepada daerah lainnya. Mereka menuntut hak – haknya sebagai sang pemilik sumber mata air terbaik di dunia ini.

Tak tanggung – tanggung, Pihak Pemkot pun mengaku sedang berusaha menterjemahkan dokumen tambahan berbahasa Belanda yang didapatkan dari arsip nasional setebal 40 hingga 50 halaman kedalam bahasa Indonesia.

Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pasuruan, Sugeng Pradikto membenarkan kegiatan tersebut. Menurutnya, hingga saat ini dokumen tersebut belum juga selesai diterjemahkan.

“Ya benar mas. Penerjemahnya di Surabaya,” ujar Sugeng.

Dokumen tersebut rencananya akan digabungkan dengan dokumen lama milik Pemkot untuk semakin menguatkan bukti kepemilikan sumber mata air umbulan.

Baca Juga :   Mengunjungi Penangkaran Rusa Warga di Desa Kertosari

Kesegaran air umbulan laksana harta karun berharga yang selalu jadi rebutan sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda hingga kini. Mata air ini pertama kali ditemukan sekitar tahun 1916 oleh Belanda.

Pengelolaan pertama sumber mata air ini dilakukan oleh Inlando Water Bedrij pada tahun 1917. Kala itu, air yang melimpah ruah dari sumber ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang tinggal di Kota Pasuruan dan Surabaya.

Berdasarkan informasi yang digali dari sejumlah sumber, pada masa pemerintahan belanda, air umbulan digunakan oleh Warga Belanda yang tinggal di Kota Pasuruan dan Kota Surabaya. Masing-masing wilayah tersebut terbagi atas 65 liter/detik untuk Kota Pasuruan dan 110 liter/detik untuk Kota Surabaya.

Namun, meskipun sisa airnya masih sangat melimpah, penduduk asli Pribumi yang tinggal di sekitar sumber mata air Umbulan kala itu, tidak diizinkan oleh Belanda untuk memanfatkannya. Sisa air yang jernih itu dibiarkan mubadzir tumpah ruah ke laut melalui Sungai Rejoso.

Baca Juga :   Libur Akhir Pekan, Pengunjung Kakek Bodo Naik 100 Persen

Pada masa pra-kemerdekaan atau tepatnya tahun 1940, Sumber mata air umbulan diserahkan kepada Stads Gemente van Pasoeroean. Penyerahan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kota Pasuruan merupakan Kota bandar yang amat penting bagi perdagangan dan industri.

Sumber mata air Umbulan pun dimanfaatkan dan berkembang menjangkau lapisan masyarakat di Kota Pasuruan dan sekitarnya. Sayang, hal itu tidak berlangsung lama, pasalnya ketika Jepang menjajah Indonesia, hak atas penguasaan sumber air umbulan tersebut pun menjadi tidak jelas. Sejumlah arsip-arsip dan dokumen yang mendasarinya pun terabaikan.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sumber mata air umbulan kemudian dikuasai oleh Pemerintah Daerah Darurat. Selang kemudian, dilakukan pengambil alihan mata air ini oleh Pemerintah Kota Pasuruan sekitar tahun 1952 dengan supervisi dari Pemerintah Kabupaten Pasuruan.

Baca Juga :   Sarbumusi : Pemkab Tak Bertaji Hadapi Perusahaan Nakal di Pasuruan

Sekitar tahun 1955 setelah Pemerintah Kota Pasuruan dipegang oleh seorang Walikota, dilakukan pengajuan usul hak atas tanah umbulan bagi Pemerintah Kota Pasuruan. Sayangnya, permohonan tersebut hingga tahun 1968 tidak berhasil, bahkan sumber air Umbulan malah dikuasai oleh pemerintah pusat. Akibatnya untuk memanfaatakan air Umbulan dikenai retribusi pemakaian oleh Dinas Pengairan.

Namun kemudian, lantaran air Umbulan diperuntukkan bagi masyarakat yang 40 persen berada di kawasan pantai yang airnya asin, maka pada 1972 PDAM Kodya Pasuruan mendapatkan hak pakai atas sumber mata air umbulan.

“Pada tahun 1972 pemerintah Kota Pasuruan melalui kanwil agraria waktu itu mendapatkan hak pakai atas umbulan,” ujar Sudiono, mantan asisesten 1 Pemkot Pasuruan yang juga dewan pengawas PDAM Kota Pasuruan, 7 Agustus 2014.