Penghasut Berkeliaran, Sengkuni Jadi Trend Ogoh-Ogoh Umat Hindu Tengger

2609

ogoh-ogoh-suku-tenggerTosari (wartabromo) – Hujan dan kabut tebal mengiringi pawai 40 ogoh-ogoh umat Hindu suku Tengger dari 3 Kecamatan yakni Tosari, Tutur dan Puspo dalam upacara tawur Kasanga yang digelar di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan, Jumat (20/3/2015) siang.

Namun demikian, kondisi cuaca tersebut tak menyurutkan langkah umat hindu ini untuk mengikuti upacara jelang catur brata nyepi, besok. Mereka berduyun-duyun untuk menyaksikan sekaligus membawa beragam ogoh-ogoh sebagai perlambang buto kala lambang kejahatan yang harus dimusnahkan.

Ada yang berbeda dari ogoh-ogoh buatan Umat Hindu Suku Tengger Brang Kulon pada tahun ini yakni banyaknya ogoh-ogoh yang berwujud sengkuni, salah satu tokoh jahat dalam dunia pewayangan atau kisah Mahabarata.

Baca Juga :   Pemkab Dorong Operator Snorkeling Ajukan Izin

Dukun Paditan, Eko Warnoto saat ditemui wartabromo mengatakan, munculnya Ogoh-ogoh Sengkuni kemungkinan dianggap warga hindu tengger yang membuatnya sebagai simbolis alam yang terjadi akhir-akhir ini menyusul banyaknya penghasut yang mengajak berbuat ketidakbenaran.

“Sengkuni adalah tokoh jahat yang suka menghasut untuk berbuat kejahatan atau ketidakbenaran dan dia adalah penyakit dari alam. Ya, mungkin akhir-akhir ini banyak penghasut, ” kata Eko saat ditemui disela-sela upacara.

Dijelaskannya, nantinya ogoh-ogoh Sengkuni dan buto kala lainnya yang sudah diarak keliling desa akan dibakar sebagai simbol penghilangan sifat buruk dan jahat dan munculnya ketentraman.

Dalam rangkaian upacara nyepi tahun baru saka 1937 ini, ada 4 rangkaian yang dilakukan oleh umat hindu tengger yakni pertama melakukan melasti dengan cara mengambil air patirtan dari bukit widodaren dilanjutkan upacara tawur kesanga kemudian upacara catur brata nyepi, Sabtu (21/3/2015) besok.

Baca Juga :   Resmi! Pemilu 17 April Ditetapkan Jadi Hari Libur Nasional

Catur brata penyepian terdiri atas amati geni (tidak boleh menyalakan api), amati lelanguan (tidak beramai-ramai) amati lelungan (tidak bepergian) dan amati karya (tidak bekerja). (yog/yog)