Puasa dan Viagra

3205

Di tengah kegalauan karena pelanggan potong rambutnya masih sepi, Ciprut di-sambangi oleh KH. Che Guevara. Alhamdulilah!, batin Ciprut. Hidup seakan terasa lebih mudah jika dekat dengan beliau. Kiai Che seakan punya energi untuk mengobati. Untuk menenangkan. Punya aura pembawa gembira atau paling tidak berfungsi sebagai balsem, penunda rasa sakit.

Kiai Che adalah rahmat kiriman Gusti Allah bagi para “penderita sakit kepala menahun” seperti Ciprut. Hidup makin tak menyenangkan seiring merajalelanya konsumerisme dan materialisme, seakan agenda besar hidup manusia adalah memamahbiak. Dan Ciprut yang lemah multidimensi—ekonomi, politik, sosial, budaya, sejarah bahkan teologi—merasa mendapat berkah atas dikirimnya Kiai Che Guevara ke tengah-tengah masyarakatnya.

Entah karena Kiai Che benar-benar wali seperti banyak dicurigai orang atau hanya kebetulan, tanpa tanya ini-itu beliau langsung connect dengan apa yang beberapa hari lalu Ciprut “ributkan” dengan istrinya.

“ Sampeyan pasti tahu, dalam agama apapun puasa sudah lama dikenal manusia” kata Kiai Che seraya bersandar pada tabing lapak potong rambut Ciprut. “ Puasa bahkan menjadi sarana menempa diri, sarana perjuangan dan sarana menjernihkan diri bagi orang-orang besar”.

“ Kita sudah lama mengenal puasa jauh sebelum Islam dianut oleh nenek moyang sehingga ia telah melembaga dalam urat nadi spiritualitas bangsa ini. Jangankan Panglima Soedirman, Patih Gajah Mada, Mpu Gandring dan Mpu Lembu Sora saja sudah akrab dengan lelaku puasa demi tercapainya kejernihan bahkan keteguhan lahir batin”.

Baca Juga :   Istri Ketua DPRD Kota Pasuruan Meninggal di Malaysia

“ Puasa digunakan sebagai sarana mencapai “kejernihan batin” misalnya lelaku matiraga yang sering dijadikan jalan pintas oleh para resi untuk segera “bertemu” dengan Sang Hyang Widhi. Mereka berpuasa hingga menemui kematian agar ego, alter ego dan super ego bisa dikalahkan sekalah-kalahnya”.

Puasa

“ Puasa digunakan sebagai sarana untuk mencapai keteguhan lahir misalnya lelaku para pendekar ketika ngelmu. Mereka melakukan puasa mutih, puasa patigeni puasa ngebleng bahkan puasa pendem. Puasa sambil mengubur diri dalam tanah hingga empat puluh hari lamanya. Maka ketika kita mendengar apa yang bernama ajian lembu sekilan, ajian rawarontek, ajian pangontong-ngontong yang menjadi favorit para donjuan itu, ajian semar mesem, ajian jaran guyang serta entah ajian apa lagi, rata-rata hanya bisa disempurnakan dengan lelaku puasa”.

“ Nah, Islam yang sudah diturunkan sejak masa Mbah Nabi Adam itu juga mensyariatkan, menjadikan salah satu pilarnya apa yang disebut puasa, apalagi yang menjadi alasan buat kita untuk tidak berpuasa?”.

Baca Juga :   Terdesak Kebutuhan Ekonomi, Asmari Nekad Mencuri Apel

“ Fungsi puasa belum juga—bahkan takkan pernah—tergeser meski Nietzche telah mengatakan “Tuhan telah lama mati”. Selain Mahatma Gandhi melawan kesewenangan Inggris dengan puasa, masyarakat Eropa yang alergi agama itu rupanya sudah mulai sadar, jika gaya hidup serba bebas itu ternyata mengandung bahaya amat mengerikan : kegersangan spiritualitas, bunuh diri massal hingga tren edan ora iso ngawiti. Inna lillahi sekaligus alhamdulillah, mereka mulai mempelajari yoga, meditasi atau kapan-kapan bisa juga puasa Senin-Kamis”.

“ Nah, kita ini memang selalu ketinggalan 30 sampai 50 tahun dari apa saja yang terjadi di barat sana. Makanya ketika para bule yang belum sunat itu rindu terhadap spiritualitas, kita malah sok sekular, sok alergi spiritualitas, sok liberal bahkan sok atheis. Di barat orang ramai-ramai kembali pada “agama” kita malah mendaftar sebagai penganut atheis. Di Eropa orang tekun bermeditasi, kita sedal-sedul ngudut di warung kopi pada siang hari Ramadhan dengan satu tujuan jelas : “Melecehkan” syariat Gusti Allah”.

“ Kita tahu kok kalau puasa bukan cara Gusti Allah untuk mengerjai kita. Memangnya kita ini siapa sok gaya akrab dengan Tuhan?. Puasa, seperti yang kita tahu, adalah demi kemaslahatan kita. Sebiji atom pun tak ada untungnya buat Allah. Dikaji dari segi mana pun, puasa asli demi kepentingan kita. Sebagai “mahar” cinta mati Gusti Allah buat kita!. Kita kan gawat?. Nafsu makan kita itu lho, gawat!. Kalau kambing hanya memakan kangkung, kita malah makan kangkung sekaligus kambingnya. Lha, apa Gusti Allah “tega” melihat kita bermutasi menjadi pemamahbiak?. Makanya –wallahu a’lam bisshawab— Gusti Allah mensyariatkan puasa agar kita lebih humanis dan lebih beradab”.

Baca Juga :   Pak RT Ini Nekat Jual Kamboja Makam Umum, Akibatnya...

“ Selama setahun alat pencernaan kita lembur-lembur mengolah apa saja untuk sekedar menjadi—maaf—tinja. Bukan hanya nasi, sate, kopi, rokok, Viagra, tapi sampai hal-hal tak masuk akal kita konsumsi. Wedus saja bisa mampus kalau makan semen, pasir, aspal, kayu gelondongan. Tapi kita?. Air Umbulan saja mau kita minum semua”.

“Nah, puasa itu, kalau rajin kita lakukan, insya Allah kencing manis, stroke dan penyakit-penyakit aneh lainnya takkan begitu ngetrend. Tapi kalau bulan puasa kita sedal-sedul ngudut dan ngopi terus, nanti bisa dipaksa puasa sama malaikat, lho. Makan kentang nyel, ditakar pula. Tak boleh makan garam, vetsin, gula apalagi Viagra”. | Penulis : Abdur Rozaq