Puasa Nyawal ; Bunuh Diri

1177

ketupatSekilas, ada kesan sedikit konyol jika saat lebaran begini kita malah berpuasa ria. Sebulan penuh lembur, banting tulang mencari pendapatan untuk membiayai pesta lebaran, saat benar-benar lebaran malah berpuasa. Saat bertamu, ada juga kemungkinan kita membuat gelo tuan rumah yang terlanjur membuatkan minuman dan menyuguhkan hidangan. Begitu dipersilahkan, kita malah menjawab malu-malu “ saya nyawal”. Orang sudah “berlebaran” pada minggu-minggu pertama Ramadhan kok, kita malah masih berpuasa saat lebaran formal sudah digelar. Konyol.

Kanjeng Nabi juga dawuh, “orang yang berpuasa enam hari pada bulan syawal itu ibarat orang yang lolos dari sebuah pembunuhan, namun kembali lagi untuk menyetorkan nyawa”. Sudah sebulan penuh berlapar dahaga, begitu lebaran malah puasa lagi. Ibarat lepas dari mulut singa lalu duduk di antara rahang buaya yang sedang terbuka.

Baca Juga :   Kapal Terbalik dihantam Ombak, Satu Nelayan Tewas

Namun, jika kita yakin bahwa perintah Allah tak sedikit pun pernah merugikan kita, maka kita akan tertarik untuk melakukan puasa “bunuh diri” itu. Apa pasal?, “imbalannya” sangat menggiurkan!.

Tak usah panjang lebar kita bahas keutamaan puasa nyawal. Sebab dalil-dalil tentang itu sudah bertebaran di kalender, sampul majalah politik bahkan ustadz-ustadz yang tak fasih mengucap salam di televisi sudah membahasnya. Kita kaji dengan perspektif ala warung kopi saja, sudah bisa diterima akal asal kita jernih.

Puasa nyawal itu adalah terapi pengekangan nafsu yang sebulan penuh di-pulosoro Ramadhan. Tentu saja nafsu memekik merdeka begitu takbir lebaran berkumandang. Hobi-hobi kita yang tertunda selama sebulan “boleh” kembali diselenggarakan.

Baca Juga :   Korban Banjir Tiris Belum Mendapat Bantuan

Nggedabrus, misuh, tombok togel, ngopi di warung remang, konferensi pers aib tetangga, menikmati pameran tubuh para “obat kuat berjalan”, bolos saat jam kantor dengan kendaraan plat merah, main-dokter-dokteran dengan teman sekantor dan entah apalagi, seakan sejak lebaran sudah kembali “legal”. Tentu saja nafsu mendapat angin segar dengan iklim hura-hura lebaran. Ego juga boleh ambil bagian.

Perayaan lebaran adalah moment istimewa pertunjukan karunia yang kita peroleh. Seberapa mahal baju dan sandal, seberapa jengkal gelang emas yang melingkari lengan, seberapa mutakhir motor yang berani kita kredit, korden yang kita pajang, suguhan lebaran yang kita pamerkan, seberapa besar uang saku yang kita bagi-bagikan kepada keponakan bahkan seberapa bohai istri muda yang kita bawa ngelencer. Puasa, bisa menyerap energi berlebih luar dalam. Bisa meredam berbagai “hormon” perangsang kejantanan nafsu, hawa, akal bahkan hati abu-abu.

Baca Juga :   Mutasi 63 Pejabat oleh Dade Angga Disoal Bupati Irsyad

Puasa nyawal, insya Allah proteksi lanjutan Gusti Allah agar keadaan jiwa kita yang kaget dengan hingar bingar kemerdekaan lebaran tak lupa diri. Bahwa lebaran bukan berarti independence day buat kita mengibarkan bendera tinggi-tinggi. Malah jika kita jeli, harusnya kita kibarkan bendera setengah tiang. | Penulis : Abdur Rozak