Tutur (wartabromo) – Potensi ekonomi bertani bunga krisan sangat menjanjikan. Jika sudah menerapkan model tanam berjenjang, setiap hari petani bisa memanen bunga hias ini. Pundi rupiah pun bisa terus terisi.
Namun bukan cuma soal uang, bertani krisan juga ibarat menanam kebahagiaan. “Melihat warna-warni bunga cantik ini membuat saya bahagia setiap hari. Saya tak pernah bosan setiap hari bersanding dengan bunga-bunga yang cantik,” kata Romana (48), petani krisan di Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (10/10/2015)
Mantan staf administrasi perusahaan ini merasakan bertani krisan berarti menyatukan kesibukan berbisnis dengan kesenangan.
“Sebelum terjun ke krisan pada 2009, saya bekerja sebagai staf administrasi sebuah perusahan. Sementara suami saya, bekerja di green house krisan miliki orang lain,” terang Romana.
Saat ini Romana dan suaminya Ignasius (48) memiliki lima green house yang berisi 30 jenis krisan dengan aneka warna diantaranya putih, kuning, merah ungu, pink hingga salem. Namun ia lebih banyak menanam bunga berwarna putih dan kuning karena permintaannya lebih tinggi.
Masa tanam hingga panen bunga yang juga disebut bunga seruni ini relatif pendek yakni tiga bulan. Dengan model tanam berjenjang, ia bisa panen setiap hari.
“Jualnya per ikat. Satu ikat berisi sepuluh batang dengan harga Rp 11 ribu dari kami. Sekali kirim biasanya 300 ikat. Permintaan dari Surabaya, Malang hingga Bali. Bunga ini rata-rata untuk wedding decoration,” jelas perempuan berkacamata ini.
”Omset penjualan kami Rp 32 juta per bulan. Kalau musim pernikahan semakin ramai,” jelasnya.
Romana menyebut bertani krisan bukan tanpa halangan. Sebagaimana bisnis lain, juga memiliki kendala berupa turunnya harga hingga merugi. Namun, ia dan suaminya tetap enjoy menggeluti bisnis yang semakin digandrungi di kawasan Tutur ini. (fyd/fyd)