Kopi Maulid

1164

kopi maulidFirman, rupanya memang diamanati tugas sebagai tukang keliling oleh Tuhan. Lihatlah, meski sudah beristri bahkan beranak-pinak, ia masih saja bergaya hidup ala koboi. Seperti Ibnu Bathutah, Firman adalah “ibnu sabil”. Kantornya adalah jalanan. Kediamannya hanyalah ransel serta jok motornya. Di sana ia menyimpan berkas-berkas berbagai “proyek”, baju cadangan, peralatan mandi, ATK, obat migrain, sarung, songkok, dasi serta entah apa lagi. Hidupnya berlangsung di jalanan, pengahasilannya tak jelas karena profesinya rancu.

Pada hari-hari tertentu kadang pengahasilan Firman naik beberapa persen karena job musiman. Pada hari-hari besar nasional dan keagamaan, Firman biasa menjadi stuntman bahkan pemeran utama untuk membaca puisi, ngomong, main teater bahkan naudzu bi-Allah, memberi ceramah. Entahlah, kok ada panitia keblinger yang berani-beraninya mengundang Firman untuk bicara dalam forum-forum formal seperti itu. Mungkin karena honorarium narasumber atau dai semakin tak terjangkau dan jihad untuk menebarkan cahaya harus tetap diselenggarakan, ahirnya panitia nekad untuk “menggunakan” Firman. Untungnya, Firman professional. Ia bisa cepat beradaptasi sesuai dengan peran yang mesti ia lakoni. Mau diminta jadi MC tinggal ambil dasi di jok motor dan mengatur vokal elegan. Mau baca puisi malah tak usah ganti kostum. Mimik wajah, kerontang dan anyir tubuh serta kumal pakaiannya, sangat pas untuk membaca puisi. Terutama jika puisi itu bertema kemunduran, marjinalitas, kesengsaraan, ketidakadilan serta tema-tema asli Indonesia lainnya.  Dan jika terpaksa harus memberi ceramah, sarung dan kopyah sudah tersedia.

Baca Juga :   Parpol Hilang Akal

Maulid kali ini Firman laris manis untuk ngomong, eh, memberi tausiyah di berbagai tempat. Mulai dari sekolah-sekolah, kampus, komunitas-komunitas hingga perkampungan urban dimana orang bisa baca bismillah saja sudah dijuluki ustadz. Maka, Firman mengikuti beberapa seremonial peringatan ulang tahu Nabi, dengan berbagai tingkat penghayatan serta pemahaman para hadirinnya.

Di sekolah-sekolah Firman menemukan kenyataan pahit bahwa Muhammad adalah “sosok asing” yang hanya didongengkan oleh literatur kuno  bernama Diba’ dan Barzanji. Muhammad adalah entah siapa yang dipertanyakan “lebih hebat mana dengan Maryline Manson atau Christiano Ronaldo?”.

“ Sahabat-sahabat mudaku, ….” Kata Firman dalam tausiyahnya. “ Muhammad adalah idola yang paripurna. Lebih ganteng dari dari penyanyi-penyanyi Korea namun santun dan lurus. Lebih gagah daripada Christiano Ronaldo tapi tidak ugal-ugalan. Beliau “kaya” namun tak konsumtif. Cerdas, pemberani, disegani, namun anti egosentrisme. Beliau raja di atas raja, namun sekaligus pembawa rahmat”. Tak ada tepuk tangan atau yel-yel seperti ketika peserta audisi kampungan di televisi naik panggung. Majelis riuh, namun oleh senda gurau para siswa. Sedangkan para guru sibuk berhalo-halo ria atau berpencet-pencet keypad HP.

Baca Juga :   Laga Ujicoba, Persekap Pesta 5 Gol ke Gawang Persesa

“ Nabi adalah idola sejati, karena beliau adalah pribadi yang paripurna. Selama ini kita memang salah mengidolakan para pengamen yang mengajari kita banyak hal kurang senonoh dalam lagu-lagu, film, tulisan dan gaya hidup mereka. Kita menjadi kehilangan jatidiri seperti sekarang, adalah karena kita keliru mengidolakan seorang tokoh. Kita kurang jeli dalam mengadopsi seorang model untuk kita tiru gerak-gerik kehidupannya. Kita terlalu mengagungkan kesuksesan duniawi, sehingga seorang yang suka “kencing di sembarang tempat” saja, kita anggap sebagai panutan.”

“ Tak jarang, seorang maniak yang suka memamerkan auratnya di depan kamera kita anggap sebagai nabi. Seorang pengamen internasional, kita jadikan guru spiritual. Seorang penganut ajaran teologi hawa nafsu, kita jadikan juru selamat.”