Puasa dan Tukang Parkir Culas

1324

posoanHingga hari ini, sepertinya puasa Cak Manap belum ada yang layak untuk dilaporkan ke hadirat Tuhan. Bukannya Tuhan  tak menghargai amal baik seorang hamba, tapi malaikat quality control amal pekewuh mau memikrajkan puasa Cak Manap yang masih saja belum naik kualitas. Cak Manap sudah puasa lidah, tidak mau ngerasani presiden meski harga-harga naik (baca: dinaikkan entah oleh siapa). Cak Manap sudah puasa mata, tak mau melirik televisi yang naudzu billah min dzalik itu. Cak Manap sudah puasa pikiran dengan mengabaikan berita dan kabar burung di koran-koran dan televisi. Biarlah pemerintah bertingkah semaunya, selama berpuasa, Cak Manap ndak ngurus.

Tapi namanya godaan, ya ada saja jalannya. Sudah dihindari malah datang menghampiri. Malam itu Cak Manap mengantar Yu Markonah istrinya untuk belanja ke alun-alun. Bukan untuk nebas keperluan lebaran karena orang kecil sepertinya tidak bisa mengumpulkan uang secepat pajabat yang hanya ongkang-ongkang uang bisa datang. Yu Markonah hanya mencicil keperluan lebaran, beli taplak plastik, toples plastik dan sekedar mencari bakso buat lauk makan sahur.

Baca Juga :   Hubungan Korban dan Pelaku Pembunuhan Tretes Terjalin Lewat Facebook

Ujian pertama datang dari Yu Markonah yang meski hanya mencari taplak plastik, harus thowaf mengelilingi jalan Niaga untuk mencek harga kebaya, kerudung dan sandal jinjit. Satu jam dua jam Cak Manap nongkrong di warung kopi Bang Udin di depan SDN Bangilan. Hingga habis beberapa batang rokok, Yu Markonah belum juga kembali. Hingga tarawih di Masjid Jami’ hendak usai, Yu Markonah juga masih betah mencek harga-harga seperti pegawai pemerintah yang suka keluyuran saat jam kantor. Mulailah kesabaran dalam diri Cak Manap goyah. Ini pasti asli bisikan dari diri Cak Manap, karena iblis tidak sedang berdinas, dikerangkeng Tuhan hingga lebaran menjelang.

Puasa Cak Manap sekali lagi gagal secara substansi karena ia tak bisa mengendalikan amarah. Memang sekedar gerutu dalam hati, tapi bukankah Tuhan Maha Mengetahui substansi? Jangankan murang-muring sama Yu Markonah, jangankan menyalahkan presiden karena membiarkan harga-harga naik, uang palsu banyak beredar, koruptor masih senyum-senyum di televisi, kesal dalam hati pun kata Ustadz Karimun sudah bisa merusak substansi puasa. Bukannya Tuhan mempersulit hamba-Nya, hanya mengajarkan pemurnian hati, ruhani dan jiwa. Puasa adalah pembakaran angkara murka yang tak mempan dibakar dengan tapabrata selain puasa.

Baca Juga :   Banjir Belum Juga Surut, Warga Sadengrejo Jebol Tanggul Sungai

Dan, malang tak dapat diraih serta untung tak dapat ditolak, Yu Markonah datang dengan berbagai gerutu. Yu Markonah bilang bahwa harga kebaya, kerudung dan sandal jinjit naik seratus persen. Itu artinya, secara tak tersirat Yu Markonah merekomendasikan agar Cak Manap dengan segera, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya buat merayakan pesta hura-hura Idul Fitri yang masih beberapa minggu lagi.

Cak Manap pulang dengan hati remuk redam. Berduka atas puasanya yang—sekali lagi—gagal. Berduka atas Yu Markonah yang masih saja belum mencapai puasa hakikat, bahwa Idul Fitri sejatinya bukan untuk pesta.

Dengan kuyu Cak Manap mengambil sepeda motornya di tempat parkir utara alun-alun. Diceknya jok motor tua itu, sebab ada isu bahwa diparkirpun, kadang ada saja mahluk Tuhan yang begitu kreatif merogoh isi jok. Kalau tidak begitu kadang helm raib dipinjam entah siapa. Tukang parkir tak tersenyum—apalagi mengucapkan terima kasih—meski setiap kali membayar pajak kendaraan bermotor, Cak Manap dibebani pungutan liar bernama parkir berlangganan. Cak Manap memberikan uang dua puluh ribuan untuk membayar entah apa kepada tukang parkir. Sebab ia sudah membayar pajak, membayar pungli retribusi, ini tanah milik Tuhan dan Cak Manap asli pribumi di kota ini. Jika Cak Manap menganut rasisme, harusnya Cak Manap yang menerima upeti dari kaum imigran di kotanya itu.