Kemerdekaan Dangdut Koplo

1956

Cak Manap dan kawan-kawan diundang dalam rapat panitia Agustusan. Termasuk Firman Murtadlo yang temperamental itu.  Awalnya rapat berjalan lancar karena tidak banyak yang usul ini-itu. Para peserta rapat yang hampir kesemuanya asli orang Indonesia, bersuku Jawa dan saat sekolah dididik dengan doktrin, tidak banyak cing-cong. Semuanya masih memegang teguh ajaran PMP atau PPKn di SMP dulu: musyawarah mufakat. Yang tidak mufakat hanya nggeremeng atau pada hari H maiduh, dan tidak ikut urunan.

Begitu keputusan rapat mau didok, Firman Murtadlo yang baru datang langsung bikin perkara.

“ Interupsi, pak. Sebelumnya saya mohon maaf karena datang terlambat dan saya punya usul supaya keputusan rapat kita tinjau dulu.” Katanya. Sebenarnya semua orang jengkel terhadap Firman Murtadlo. Memangnya tadi dari mana saja, begitu rapat mau ditutup malah usul segala. Dan bisa dipastikan, kalau mahluk ini yang usul, rapat akan molor. Bahkan deadlock dan walk out segala.dangdutan

Baca Juga :   Panwaslu Kabupaten Pasuruan Paparkan Kinerja saat Komisi A DPRD Jatim Berkunjung

“Mendengar sekilas bentuk-bentuk lomba Agustusan tadi, saya punya beberapa sanggahan.” Katanya membuat Kepala Desa garuk-garuk kepala.

“Memangnya kenapa, mas? bukankah sudah setiap tahun kita mengadakan lomba balap karung, lomba kelereng dan lomba makan kerupuk?” sergah Ketua BPD.

“Kita sudah lama merdeka, pak. Harusnya perayaan Agustusan kali ini kita isi dengan lomba yang lebih mencerdaskan.”

“Contohnya?”

“Banyak. Misalnya lomba mengangkat sampah dari sungai. Lomba merenovasi kediaman para veteran, lomba khataman Qur’an di makam pahlawan, lomba napak tilas gerilyawan, lomba audit keuangan desa, lomba fotografi pegawai negara mbolos, lomba dusun bersih narkoba, lomba cipta teknologi tepat guna, lomba pelestarian lingkungan, audisi tokoh nasionalis antar RT, lomba….”

“Buyar! Buyar!” teriak seseorang dari pojok balai desa, entah siapa.

Baca Juga :   Setahun, 55 Nyawa Melayang di Jalanan Probolinggo

“Sudah malam, pak. Rapat diahiri saja.” Entah siapa yang nyeletuk begitu.

========================================
Kepala Desa yang bijak bestari, yang wajahnya berseri-seri karena baru saja menerima transfer dana desa dari pusat, mencoba menenangkan suasana.

“Sebentar saudara-saudara, kita dengar dulu usulan Mas Firman Murtadlo.” Katanya, meski ia sendiri menyembunyikan muka masamnya di balik senyum.

“Tapi lomba-lomba semacam itu sulit penjuriannya, mas.” kata Pak Carik.

“Kalau aturan main dan penjurian kita musyawarahkan, bisa mudah, pak.”

“Tapi kan kurang seru? Tidak ada yang lucu?”

“Lho, memangnya Agustusan kan bukan hal yang lucu, pak? Agustusan kan sakral?”

“Tidak setuju, pak.” Teriak ketua Karang Taruna. “Pokoknya lomba-lomba kita irit dananya agar pagelaran orkes dangdut tidak kekurangan dana.” Tambahnya.

“Saya kira lomba-lomba usulan saya tidak mahal, kok, mas.”

Baca Juga :   Dua PNS Pemprov Jatim Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Jasmas

“Lha lomba renovasi rumah para veteran itu?”

“Takkan menghabiskan dana desa. Dan, kalau para veteran itu mensedekahkan nyawanya buat kita, hingga kini terima kasih apa yang kita haturkan kepada beliau-beliau? Kalau pensiunan PNS yang sudah stroke saja diopeni negara, kenapa para veteran tak pernah kita apresiasi?”

“Lomba fotografi pegawai negara membolos, apa maksudnya?” Mas Bambang ikut bicara.

“Agar kita punya sedikit rasa malu terhadap para almarhum pejuang itu?”

“Memangnya mereka bisa melihat?”

“Para syahid, para wali, bukankah mereka tidak pernah wafat? Bukankah beliau-beliau hanya berpindah kediaman?”

“Lomba bersih-bersih sungai, hmmm, siapa yang mau jadi peserta, terjun ke sungai yang seperti comberan itu?”

“Dan siapa pula yang menyuruh membaung sampah ke sungai? Apa pernah ada pengumuman jika sungai sudah dialihfungsikan menjadi tempat sampah?” rapat memanas.