Nikmatnya Nasi Goreng Aron Teri Khas Tengger

1130

Sukapura (wartabromo) – Gunung Bromo tak hanya menyajikan keindahan panorama alam saja. Masyarakat Suku Tengger mempunyai makanan khas yang patut dicoba, yakni nasi goreng Aron Teri, yang sedap dinikmati.

Nasi aron sebenarnya adalah panganan khas warga Tengger yang tinggal di lereng Gunung Bromo. Nasi ini berbahan dasar jagung putih yang banyak tumbuh di sana. Meski pembuatannya terbilang mudah, butuh waktu 4 hari untuk mempersiapkan jagung putih.

Jagung perlu dipipil kemudian ditumbuk hingga setengah halus. Lalu direndam dengan air selama kurang lebih 4 hari dan dijemur hingga kering.

Selanjutnya jagung ditumbuk kembali hingga halus dan disaring. Kemudian jagung perlu direbus selama 30 menit atau hingga matang.

Baca Juga :   Sudah 3 Korban Meninggal, Dinkes Belum Nyatakan KLB Difteri

Ditangan Bambang Julius Widjanarko, nasi aron ini kemudian dimodifikasi menjadi nasi goreng. Agar Nasi Aron Goreng ini semakin enak disantap, maka dipadukan dengan parutan kelapa muda, pete, tempe, tahu, dan teri.

“Untuk menggorengnya saya menggunakan margarin, agar nasi aron ini terlihat bagus. Karena kalau menggunakan minyak goreng seperti nasi goreng pada umumnya, maka nasi aronnya akan menggumpal, ” terangnya.

Menurut Camat Sukapura ini, nasi goreng aron bagus untuk kesehatan karena campuran nasi gurih dengan pete yang pahit mampu turunkan kolesterol dan atasi diabetes. Tak hanya itu, paduan nasi aron dengan parutan kelapa muda menambah gurihnya kuliner khas Suku Tengger ini.

Baca Juga :   Ratusan Banser Kabupaten Pasuruan Gelar Apel NKRI di Jembatan Suramadu

“Membuat kenyang lebih lama dan cocok untuk menangkis rasa lapar yang kerap datang saat berada di udara dingin seperti di Bromo,” tutur ayah tiga anak ini, sambil mendemokan cara memasak nasi goreng Aron Teri.

Sayangnya nasi goreng aron teri ini tidak dijual banyak warung, mengingat mayoritas warung-warung kecil di sekitar Bromo, hanya menjual menu standar seperti mie goreng, nasi goreng, dan nasi pecel.

“Kami tengah menggiatkan kembali, agar masakan khas ini tidak punah. Saat ini sudah ada kerjasama dengan pengusaha perhotelan agar menjadi menu sarapan bagi pengunjung Bromo. Selain itu, kami juga menyasar warung-warung kecil, sehingga mudah didapat oleh wisatawan Bromo,” ujar suami Lidia Setiyaningrum ini. (saw/yog)