Mega Proyek Umbulan di atas Kanvas Seniman

1071

Pasuruan (wartabromo.com) – Jika ulama mengingatkan pemerintah atau umat dengan fatwa, seniman melakukannya dengan karya. Oleh karena itulah, sepanjang peradaban manusia, kedua tokoh ini amat diperlukan sumbangsih kearifan spiritualnya. Kadang kala mereka berkolaborasi dalam proyek besar membangun peradaban. Ulama dan seniman memformulasikan dakwah dengan seni, sudah terlacak sejak sunan Kalijaga dan Sunan Bonang merumuskannya. Hasilnya sering kali efektif karena gaya “kritik sunyi” seperti itu tak menyakiti siapa pun.

Ulama dan seniman, pada hakikatnya adalah rem cakram perdaban apabila ia –peradaban—ditengarai akan mengalami  kecelakaan sejarah. Bangsa-bangsa besar membagun perdabannya berkat kerja keras—salah satunya—dua golongan masyarakat ini. Dan terbukti, pada kurun sejarah manapun, rohaniawan dan seniman menorehkan jejaknya dalam membangun moral.

Baca Juga :   Probolinggo Marak Pesta Miras dan Balap Liar

rohadi-650x1000

Adalah Rohadi, salah satu dedengkot pelukis Pasuruan membuktikan peran sucinya itu. Pada pameran seni rupa “Gandheng Renteng #7” di Yonzipur kemarin, ia menyuarakan keprihatinannya dalam jeritan sunyi di kanvasnya. Rohadi memajang lukisannya yang berjudul “Eksplorasi 3” sebagai ganti poster protes terhadap mega proyek Umbulan.

Apa benar? Meski tidak berhasil mewawancarai pelukis senior itu. Tapi dengan analisa dangkal dari lukisannya, obyek, teknik dan pesan tersirat, siapa pun yang rajin mengikuti perkembangan Pasuruan akan “tahu” pesan lukisan cat minyak itu.

Lukisan berukaran 100x 110 cm  tersebut memang menarik karena “sempurna” jika diapresiasi dari berbagai kriteria. Bahan, teknik, pesan serta aliran yang digunakan Rohadi memang menunjukkan jika ia pelukis mumpuni sekaligus kritis dan lugas.

Baca Juga :   Mahal di Pasaran, Petani Garam Probolinggo Justru Terancam Gulung Tikar

Beraliran surealisme-romantik, Rohadi mengusung kritik frontal. Kecerdasan pesan itu, makin “sempurna” karena didukung oleh pengusaaan teknik yang adilihung, minimal untuk ukuran seniman lokal.

Obyek utamanya adalah pepohonan meranggas dengan ujung sumur-sumur tua. Beberapa pohon lainnya malah dikerat oleh galon air mineral. Sementara samar-samar di belakang obyek utama, centang perenang pipa-pipa air raksasa menuju perkotaan. Back ground adalah angkasa suram dengan warna dominan hijau-kelabu. Samar-samar nampak perbukitan gundul dalam nuansa suram mencekam.

Rohadi rupanya ingin menyuarakan kegelisannya yang terbungkam. Jika dirunut dari susunan serta element obyek utama lukisan, jelas yang ia kritik adalah kebijakan pemerintah tentang mata air Umbulan. Rohadi mengingatkan penikmat lukisannya jika pemerintah telah melupakan konservasi daerah resapan mata air Umbulan. Pepohonan merangas serta sumur-sumur tua adalah perlambangan rusaknya alam di sekitar desa Umbulan, Kronto dan sekitarnya. Sementara galon-galon air mineral adalah kritik terhadap bahaya jangka panjang kapitalisasi debit mata air Umbulan.

Baca Juga :   Kelas Nyaris Ambruk, Siswa SDN Tongas 4 Belajar di Musholla

Penampkan pipa-pipa raksasa dengan gamblang menjelaskan kemana arah “kritik sunyi” Rohadi. Dalam diam, pelukis senior itu sepertinya menyayangkan program pemerintah mengalirkan debit air ke berbagai kota sementara lingkungan sekitar Umbulan terancan bencana kekeringan akut yang kian mengkhawatirkan. (zaq/zaq)