Menyayangi Mata dengan Membaca Buku Kertas

2534

Pasuruan (wartabromo.com) – Mengikuti trend, kita tiba-tiba sepakat jika segala hal yang berbau manual sudah ketinggalan zaman. Termasuk dalam masalah literasi. Media cetak kembang kempis karena oplah mereka menurut drastis sementara biaya cetak tetap tinggi. Di berbagai negara bertumbangan media-media cetak yang pernah berjaya pada masanya. Bahkan para loper koran pun sambat karena pelanggan mereka banyak beralih ke media online atau digital.

Demikian juga di dunia penerbitan buku. Sejak ditemukannya teknologi e-book atau buku elektronik, masyarakat banyak yang tergiur untuk memilih buku maya ketimbang buku kertas. Sebab selian murah –bahkan bisa gratis—e-book lebih mudah dibawa, dibagikan serta lebih terkesan modern.

Para pecinta literasi yang bernaung di Rumah Sastra Pasuruan memaparkan beberapa kelebihan buku kertas dibanding buku elektronik yang kian menjadi trend.

Baca Juga :   Mbalelo, Anggota F-KB Tak Dukung Malik-Muzayyan

Keunggulan pertama buku kertas adalah berfungsi dekoratif. Bagi pecinta literasi, deretan literatur yang menghias ruang baca—bahkan ruang tamu—memiliki “keindahan” tersendiri.

Buku kertas bisa dipajang, diletakkan pada rak-rak dengan berbagai model, bahan dan bentuk serta mengandung nilai estetika tinggi. Bisa juga berfugsi sebagai identitas sang kolektor yang memiliki prestise karena “kekayaan” berupa literatur tak bisa dimiliki oleh semua orang. Banyak tokoh-tokoh dunia lebih suka berpose dengan latar belakang deretan rak berisi buku. Sedangkan buku digital tidak bisa difungsikan seperti itu.

Kelebihan kedua dari buku kertas adalah, ia memilik “keabadian” yang lebih teruji daripada buku digital. Buku kertas hanya bisa musnah jika ia terbakar, mengalami pelapukan, dimakan ngengat, rayap atau tikus.

Baca Juga :   Resmikan Rusunawa, Hasani: Anak-anak Rusunawa Harus Bisa Ngaji

Sedangkan buku digital, seberapa banyak pun koleksi kita, bisa musnah seketika hanya karena kesalahan kecil ketika memencet tombol atau “kecelakaan” tak terduga semisal rusaknya perangkat lunak gadget kita. Memang bisa kembali diunduh atau di-copy secara mudah, namun efektivitas waktu serta kemungkinan link atau sumber buku tak bisa kita temukan kembali, bisa menjadi sumber celaka.

Kelebihan ketiga. Buku kertas lebih menjamin kesehatan indera pengelihatan karena aman dari radiasi elektromagnetik yang berbahaya itu. Para pecinta literasi kuno kebanyakan masih mampu membaca dengan baik hingga di usia senja mereka.

Sementara kita saksikan, makin banyak masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mata karena kebiasaan kurang sehat memforsir indera pengelihatan memelototi gadget.

Baca Juga :   Ada Kawasan Industri, Pasuruan Jadi Lokasi Favorit Pekerja Asing

Kelebihan terahir yang untuk sementara bisa kita identifikasi dari buku kertas adalah, ia bisa diwariskan. Pecinta literasi seringkali menularkan kecintannya terhadap literatur kepada keluarga. Termasuk anak cucu. Karena buku kertas memiliki “keabadian” di atas buku digital, ahli waris bisa mendapat warisan cinta literature termasuk bahannya. Apalagi jika itu termasuk literatur autentik yang sudah tidak diterbitkan atau dikodifikasi.

Karya-karya klasik Sunan Giri hingga kini masih tersimpan rapi di perpustakaan Lourve Prancis dan surat-surat Ratu Sima dari kerajaan Kalingga Jepara dengan khalifah Turki Utsmany tersimpan di perpustakaan Leiden Belanda.

Buku digital? Takkan bisa melakukan itu semua. (zaq/zaq)