Warga Probolinggo Rayakan Isra’ Mi’raj dengan Perang Api

1155

Maron (wartabromo.com) – Sekelompok warga desa di Kabupaten Probolinggo, mempunyai tradisi ekstrem untuk merayakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Tradisi ini, mereka sebut perang api, dimana terdapat perang obor antar warga dan sejumlah atraksi kebal api lainnya.

Sebelum perang api dimulai, beberapa persiapan dilakukan warga Desa Brani Kulon, Kecamatan Maron. Seperti menyiapkan pedang obor, menanam tongkat obor sekaligus batas lingkaran perang hingga menyalakan api.

Setalah itu, dua pria dewasa bertelanjang dada, kemudian masuk ke tengah lingkaran dengan pedang siap menyala. Selanjutnya mereka saling memukulkan pedang obor satu sama lain hingga api obor habis.

IMG-20170424-WA0135

Menariknya, tidak hanya kalangan dewasa, perang obor juga di-ikuti oleh sejumlah anak-anak. Dengan gagah, mereka saling menyabetkan pedang obor, tanpa takut api atau meringis sedikitpun.

Baca Juga :   Gelapkan Uang Rp 125 juta, Makelar Tanah Diringkus

Padahal, aksi ini dilakukan secara spontan dengan hanya bermodal keberanian dan semangat menyemarakkan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang jatuh pada Senin, 24 April ini. “Baru tadi sore persiapannya, enggak takut. Ya hangat-hangat gitu rasa di kulit, dan nggak ada yang mengelupas,” ujar Musa Wildan, salah satu peserta api yang masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah ini.

Tidak sekedar pertarungan pedang obor, tiga atraksi kebal api lainnya juga diperagakan. Semisal melumuri badan dengan api, makan api hingga menyemburkan api dari kumuran minyak tanah.

Perang api digelar untuk memperingati Isra Mi’raj sebagai hari besar Islam. Serta untuk melestarikan budaya penghibur rakyat. Hampir 30 warga dewasa hingga anak-anak turut andil dalam tradisi ini.

Baca Juga :   Terkuak, Ini Identitas Mayat yang Gegerkan Warga di GOR Ahmad Yani

“Pertama adalah memperingati Isra Mi’raj. Kedua untuk ajang silaturrahmi, yaitu melestarikan budaya. Bukan olah kanuragan tapi olah budaya yang sesungguhnya, karena perang api itu bukan kanuragan sebagaimana orang lakukan, tapi bagaimana mereka memfokuskan diri. Ketika fokus tidak ada rasa sakit, karena semuanya lillahi taala,” kata Maman, penyelenggara perang api.

Meski turun temurun, namun keberadaan perang api mulai tergerus zaman. Oleh karena itu, warga berencana menggelar tradisi ini secara rutin setiap tahun, sebagai upaya pelestarian kekayaan budaya. (saw/saw)