Tiga Operator Snorkeling Tolak Wisata Syariah

871

Probolinggo (wartabromo.com) – Tiga dari sebelas operator snorkeling menolak konsep wisata syariah yang diusulkan beberapa waktu lalu. Mereka menilai, usulan tidak logis karena bakal berbenturan dengan kondisi di lapangan, terutama terkait waktu kegiatan.

Salah satu pengelola snorkeling, Nur Jaelani mengungkapkan, salah satu usulan tidak rasional tersebut adalah kegiatan snorkeling harus ditutup pukul 17.15 WIB.

Padahal pada praktiknya kegiatan wisata laut ini berpengaruh dengan aktivitas pengunjung, seperti pengunjung yang datang pada sore hari. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk memberikan layanan sekitar dua jam.

“Soalnya dalam prakteknya kedatangan dan kepulangan pengunjung kondisional. Misalnya, kadang ada yang datang jam 3 sore, padahal waktu bersnorkeling membutuhkan waktu 2 jam,” kata Nur Jailani,

Baca Juga :   Distribusi Air Tak Merata, Butuh 'Tangan Kuat' Pemerintah

Belum lagi pada tinjauan, pengunjung yang juga harus sedikit menambah waktu karena harus membersihkan diri dan mendapat layanan makan setelah menikmati snorkeling.

Dijelaskan, salah satu poin dalam usulan konsep wisata syariah ini adalah pelaksanaan wisata mulai pukul 06.00 – 17.15 WIB.

Ditambahkan oleh Nur Jaelani, terkait waktu operasional ini terbilang paling sulit dipahami, karena setiap hari Jumat, wisata snorkeling juga diperbolehkan dibuka selepas ibadah Jumat.

“Serta selama bulan Ramadan, wisata snorkeling pun tidak boleh dibuka,’ tambahnya.

Sebelumnya, Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) Kabupaten Probolinggo dan satker terkait, kembali mengumpulkan tokoh masyarakat, ulama serta pelaku wisata, Rabu (30/8/2017).

Baca Juga :   Warga Diminta Kembalikan Perkakas Emas Temuan di Probolinggo

Mereka membahas kelanjutan wisata di pulau ini pasca dibekukan oleh Pemerintah Desa paska insiden meninggalnya wisatawan asal Sidoarjo beberapa waktu lalu.

Hal utama pertemuan adalah melanjutkan pembahasan rekomendasi wisata syariah yang dihasilkan pada pertemuan sebelumnya, di Balai Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Rabu (23/8/2017) lalu.

Usulan wisata syariah ini diantaranya harus sesuai dengan norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Selain itu, wisatawan dilarang camping atau bermalam menggunakan tenda hingga tidak boleh mendirikan home stay di Gili Ketapang. (lai/saw)