Trah Majapahit Gelar Ritual Karo

1385

Sukapura (wartabromo.com) – Suku tengger Bromo kembali melaksanakan upacara Yadnya Karo. Upacara hari raya terbesar masyarakat Tengger dikatakan memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Untuk Suku Tengger Brang Wetan, upacara tahunan ini terlihat meriah, dipusatkan di Balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.

Upacara adat Karo dipimpin dua orang yang dijuluki Ratu yang ditunjuk oleh warga suku Tengger. Ratu (tidak selalu berkonotasi perempuan, bisa laki-laki), pada perayaan Karo kali ini, dilakonkan oleh Ki Petinggi Ngadisari, Supoyo dan Petinggi Wonotoro, Mistaman.

“Perayaan Yadnya Karo atau Hari Raya Kedua itu, merupakan wujud rasa syukur warga Tengger terhadap leluhur,” ujar Dukun Pandita Sutomo, kepada wartabromo.com, Kamis (7/9/2017).

Baca Juga :   Lukai Istri dan Anaknya dengan Pisau Dapur, Pria asal Wirogunan Dijebloskan Sel Polisi

Puncak pembukaan upacara tradisi itu, diawali dengan ritual Tari Sodoran. Tari Sodoran sendiri merupakan ritual tradisi sakral, yang melambangkan pertemuan dua bibit manusia yakni, laki-laki dan perempuan. Dari keduanya, dimulailah kehidupan alam semesta.

Dalam tarian itu, masing-masing penari membawa sebuah tongkat bambu berserabut kelapa yang didalamnya terdapat biji-bijian dari palawija. Namun, sebelumnya, para temanten itu mengikuti ritual memohon pangestu punden atau restu pemilik makam. Setelah itu, temanten diarak menuju balai Desa Ngadisari.

“Pertemuan antara laki dan perempuan, ini yang menjadikan manusia pertama. Bagi kalangan masyarakat suku Tengger, biji-bijian yang dipecahkan dari dalam tongkat itu, dipercaya akan memberikan kelestarian keturunan bagi setiap pasangan,” terang Sutomo.

Baca Juga :   Preview Persekabpas vs Jember United : Sama-sama Siap Curi Poin

Sebelum tari Sodoran, terlebih dahulu dilakukan pembacaan mantra. Kemudian Jimat Kelontongan dimandikan diiringi dengan tari Sodoran, sebagai bagian terpenting dari rangkaian upacara Karo. Jimat Kelontongan merupakan sekumpulan benda keramat.

Upacara dilanjutkan dengan ritual Tumpeng Gede sebagai wujud perasaan syukur dangan hasil panen yang melimpah dan dianugerahi tanah yang subur. Tumpeng-tumpeng tersebut dikumpulkan dari warga, lalu dimantrakan oleh dukun adat desa setempat dan dibagi-bagikan kepada warga digunakan sebagai Sesandingan. Ritual Sesandingan inilah menjadi pamungkas dari Karo. (cho/saw)