Egrang, The Spirit of Ndeso

1480

“Lha, ini baru jos gandos,” gumam Firman Murtado sambil utek-utek HP anderoitnya.

“Apanya yang jos, mas?” sahut Mas Bambang.

“Istri Wak Adipati mengadakan kompetisi dulinan tradisional, mas. Sampeyan ndak tahu ta?”

“Halah, opo iku, mas. Kompetisi kok ngono iku? Mbok yo kompetisi yang bergengsi sedikit. Opo kompetisi balap liar, biar ada bibit pembalap. Opo kompetisi hacker, kompetisi band, kompetisi modif motor, kompetisi catur. Atau audisi biduan biar banyak artis lokak yang sukses seperti Mbak Inul Daratista.”

“Lho, tak kiro, sebagai pegawai kabupaten sampeyan mendukung?” timpal Arif.

“Ndak. Kompetisinya ndeso,” tolak Mas Bambang tegas.

“Lho, sekarang justru yang ndeso-ndeso itu yang harus dilestarikan. Kita ini sudah sok kuto sampai lupa jati diri,” tegas Firman Murtado.

“Terus apa hubungannya dengan kompetisi dulinan? Kompetisi kok dulinan? Dari dulu Wak Adipati kurang keren kalau bikin event. Kalau ndak acara selfie, kesenian ya acara narsis. Sekarang malah bikin kompetisi dulinan kuno. Karepe yo opo?”

Baca Juga :   Nyai Ucik: Ini Tipe-tipe Pemilih dalam Pemilu

“He he he, dulinan itu juga merupakan proses pendidikan, Mas Bambang. Apalagi dulinan tradisional, bagus itu buat mengingatkan kita pada jatidiri. Sampeyan lihat anak sekarang, ndak Jowo blas. Sok Eropa, tapi pola pikir masih primitif. Coba sampeyen delok, siang malam mecicili HP, ngopa-ngopi, balapan, dan masih kecil sudah berani buang bayi di got.”

“Ya bagus kalau anak-anak muda suka internetan. Internet kan jendela dunia? Siang malam buka internet, jadinya pintar seperti di luar negeri,” kata Mas Bambang.

“Wkkkk, sayangnya, watak kita ndak seperti orang Eropa. Di sini buka internet itu cuma celometan di sosial media, buka situs blokiran pemerintah atau situs-situs ndak pokro lainnya,” ujar Firman Murtado ngotot.

Baca Juga :   Sikapi Rencana Impor Rafinasi, Petani Tebu Ancam Buang Gula di Kantor Kemendag

“Lho ini sudah era globalisasi lho, mas. Internetan itu bagus.”

“Internet itu lebih banyak penyakit daripada manfaatnya buat kita. Untungnya musim gadget dan internet ndak terjadi pas kita dijajah dulu. Kalau terjadi saat itu, ndak ada perang gerilya, serangan umum dan hari pahlawan. Kita hanya pegang HP atau laptop lalu saling bully dengan penjajah. Jihad hanya dengan saling sebar hoax atau perang meme.”

“Lha manfaatnya dulinan kuno apa?” Mas Bambang mulai budrek.

“Banyak, cak. Permainan tradisional itu mengajarkan keguyuban, bikin kita gati karena rata-rata dimainkan banyak orang. Bikin keringat, ndak seperti main gadget yang merusak mata, otak dan ginjal karena kita banyak duduk. Permainan tradisional juga bisa menyembuhkan penyakit-penyakit peradaban kita. Kita ini sudah kena penyakit males nasional, mas. Coba kita perhatikan, sekarang, ndak nom ndak tuwek sehari semalam umek-umek HP. Nanti siapa yang mau meneruskan jadi petani, tukang, modin, budayawan kalau anak-anak hanya ndongkrong dulinan HP. Dulinan kuno itu rata-rata ciptaan Wali Songo, diciptakan dengan pertimbangan filsafat dan tasawuf. Tapi internet, gadget dan game online,  dibuat sama bule dengan tujuan bisnis dan agenda tersembunyi,” Mas Bambang mingkem mendengar penjelasan Firman Murtado.

Baca Juga :   Dapat DBHCHT Rp54,9 M, Pemkab Probolinggo Perkuat Program 17 OPD

________
Penulis : Abdur Rozaq (WartaBromo)

Catatan : Tulisan ini hanya fiksi semata,
Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.