Ketemu Audry yang Tidak Bisa Tidur

1025

Oleh Dahlan Iskan

Saya dapat kabar Audry lagi di Singapura. Gadis Surabaya yang genius. Dan pernah saya tulis panjang lebar.

Kebetulan saya juga lagi di Singapura. Baru keluar dari rumah sakit. Tapi belum boleh pulang. Masih harus kontrol ke dokter lagi.

Saya balas WeChat Audry, yang mengabarkan keberadaannya di Singapura. Saya ajak Audry makan siang.

Saya tahu, Audry juga lagi kurang sehat. Karena itu saya pilihkan tempat makan di dekat tempatnya menginap.

Audry tidak langsung menyanggupi tawaran makan siang itu. Katanya: sejak kemarin saya belum tidur.

Kasihan. Pasti badannya meriang semua. Karena itu, biar pun saat itu pagi hari, saya balas WeChatnya: good night!

Saya urungkan ajakan makan siang agar dia segera tidur.

Ternyata Audry balas lagi: saya tetap tidak bisa tidur. Masih terpengaruh bau kamar tadi malam. Bau rokok.

Audry tidak bisa menerima bau rokok.

Ternyata Audry bermalam di hotel kecil yang murah. Meski pun kamar itu adalah kamar nonsmoking, rupanya banyak tamu yang melanggar.

Baca Juga :   Rencana Pembangunan Pangkalan Ikan Terkendala warga

Audry. Meski anak orang kaya (orang tuanya tinggal di Graha Family, perumahan paling mewah di Surabaya), dia tetap memilih jalan sederhana.

Sepatunya jelek. Bajunya biasa. Tasnya ransel.

Bahkan kalau lagi di Surabaya, Audry tidak mau tinggal di rumah mewah orang tuanya. Dia pilih tinggal di rumah orang tuanya yang lain. Yang lebih sederhana. Hanya kacamatanya yang terlihat tebal dan mahal.

Saya pernah mempertanyakannya: kok kacamatamu mahal sekali? Dia bilang: ini menyangkut kesehatan mata, untuk membaca dan melihat. Saya belinya di Shanghai, katanya.

Oh, dia rasional sekali. Untuk organ matanya yang penting, dia tidak mau sembarangan.

Akhirnya Audry pilih ikut makan siang. Di Paragon. Dekat Orchard Road.

Kami pun asyik diskusi panjang. Pakai bahasa Inggris, Prancis, Mandarin, dan Indonesia secara bergantian. Sesekali bahasa Suroboyoan. Terutama kalau lagi bicara dengan istri saya, atau dengan Kang Sahidin dan Niki yang ikut mengurus saya.

Baca Juga :   Beredar Kabar Kurma Impor Tularkan Virus Corona, Ini Penjelasannya

Audry bicara Prancis kalau lagi menjawab pertanyaan istri Robert Lai. Bicara Mandarin kalau lagi menjawab pertanyaan tamu saya dari Beijing.

Siang itu kami makan bersebelas. Seru sekali. Kami bahas mengenai konsep penciptaan alam, iman, komunisme, konsep-konsep keagamaan dan kemasyarakatan.

Kini Audry berumur 29 tahun. Cerdasnya bukan main.

Umur 13 tahun dia memang sudah tamat SMA.

Lalu, karena tidak ada universitas yang mau terima mahasiswa berumur 13 tahun, dia kuliah di Amerika. Ambil jurusan fisika murni.

Hanya dua tahun kuliah sudah lulus sarjana fisika dengan predikat bukan main: magna cumlaude. Setahun kemudian sudah lulus post graduate dengan predikat yang sama tingginya.

Saat makan siang itu, Audry tidak kelihatan mengantuk. Bicaranya masih secepat pikirannya.

Audry masih juga bicara betapa menderita batinnya karena orang tua yang tidak nyambung. Tidak bisa memahami cara berpikirnya. Orang tuanya, kata Audry, hanya bicara uang, uang dan uang. Dia benci sekali.

Baca Juga :   Hamili Keponakan, Kuli Bangunan asal Leces Diamankan Polisi

Dua hari kemudian, Sabtu kemarin, dia kembali WeChat saya. Mengabarkan kalau orang tuanya ada di Singapura. Untuk urusan bisnis. Ingin mengundang saya sekeluarga makan siang.

Saya sanggupi untuk makan siang pada hari Minggu kemarin.

Orang tua Audry memilih lokasi di Mandarin Oriental Hotel. Inilah hotel yang menjadi favoritnya pengusaha dari Indonesia. Sekarang hotel di Orchard Road ini menjadi milik grup Lippo.

Ayah ibu Audry sudah di meja makan ketika kami tiba berlima: saya, istri, Robert Lai, Kang Sahidin dan Niki.

Audry tiba terakhir.

Rupanya Audry tidak mau tinggal di Hotel Mandarin mewah, yang ditempati orang tuanya. Audry terlihat membawa banyak buku. Begitu duduk dia lebih membuka buka-bukunya daripada bersosialisasi dengan kami atau orang tuanya.