Kualitas Ekspor Teh Tiris, Kerek Perekonomian Warga

2002

Probolinggo (wartabromo.com) – Tak banyak diketahui, bila Kabupaten Probolinggo memiliki perkebunan teh dengan kualitas ekspor di Kecamatan Tiris. Bahkan sejak puluhan tahun lalu, keberadaannya menjadi penggerak perekonomian warga sekitar.

Kebun teh itu, terletak di Afdeling Lawang Kedaton, Kebun Gunung Gambir, Desa Andung Biru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Dalam sehari, setidaknya 4,5 ton pucuk daun teh dipetik oleh para pekerja Perusahaan Terbatas Perkebunan Nasional (PTPN) XII. Dengan luasan 183,49 hektar, tumbuh di 900-1.300 mdpl, kualitas teh yang dihasilkan sangat bagus.

“Teh yang kami produksi diproses menjadi teh dengan kualitas premium. Semua hasilnya kami ekspor ke wilayah Timur Tengah, seperti Qatar dan Arab Saudi,” ujar mandor besar Afdeling Lawang Kedaton Hasanuddin, Minggu (22/4/2018).

Baca Juga :   Launching Kapiten dan Award-awardan Nanggap God Bless

Meski menghasilkan teh dengan kualitas terbaik, ternyata proses produksinya tidak dilakukan di Tiris. Melainkan dibawa ke Lumajang, yang menjadi pusat fermentasi pucuk teh menjadi teh premium. “Disini hanya perkebunan saja, untuk proses lebih lanjut dibawa ke pabrik kami di lumajang,” terang Hasanuddin.

Walau tidak menjadi pusat produksi akhir, kebun teh yang ada sejak tahun 1918 itu, memberikan manfaat bagi warga sekitar. Terbukti sebanyak 250 warga bekerja dan menggantungkan hidupnya di kebun teh milik BUMN itu. Sejak pukul 5.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB, mereka bekerja untuk memetik pucuk daun teh.

Rata-rata para memetik teh yang kebanyakan ibu-ibu itu, mampu mengasilkan hingga 30 kilogram teh. Per kilogram, pemetik teh mendapat upah sebanyak Rp 900. Dalam seminggu setidaknya mereka mendapatkan upah Rp 180 ribu.

Baca Juga :   Banjir wilayah Timur Pasuruan Mulai Surut, Warga Kesulitan Bersihkan Rumah

“Ya tergantung hasil teh yang dipetik. Cukuplah untuk membantu ekonomi keluarga,” tutur Tonimah (55), salah satu pemetik teh, warga Desa Andung Biru.

Tak hanya para pemetik, yang merasakan harumnya teh, para kuli angkut juga kecipratan rejeki. Para kuli angkut mendapatkan upah berdasar karung-karung yang diangkat ke truk. Semakin banyak teh dipetik, akan semakin menambah pundi-pundi rupiah baginya.

Seperti yang disampaikan oleh Suheri (32) warga Desa Racek, Kecamatan Tiris, yang setiap hari menerima upah Rp. 54.000 dari hasil keringatnya.

“Jadi setelah dipetik, teh yang panen ditimbang disini, baru dikemas. Tiap hari, teh hasil panen akan diangkut dengan truk ke pabrik,” kata Suheri. (cho/saw)