Wali Kota Setiyono: Tersedak “Apel” dan “Semen Campuran”

5313
DIKENAL adem-ayem, Kota Pasuruan mendadak riuh. Adalah Wali Kota Pasuruan Setiyono yang tiba-tiba dicokok tim Satgas KPK, usai tersedak “apel” dan “semen campuran” dari proyek di lingkungan Pemkot.

HARI belum siang betul ketika serombongan Tim Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT), terhadap Wahyu Tri Hardianto. Kamis (4 Oktober 2018) pagi, tim yang beranggotakan belasan orang itu, menangkap pegawai Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan ini di rumahnya.

Jam yang masih menunjuk pukul 05.30 WIB, membuat peristiwa itu tak banyak diketahui warga. Adalah Bu Bas, salah satu tetangga Wahyu di komplek perumahan Pesona Candi 4 Blok AB, yang memergoki operasi senyap ala KPK itu. “Saya tidak tahu kalau itu KPK. Saya kira temannya Mas Wahyu,” katanya, mengisahkan proses penangkapan terhadap bapak tiga anak itu.

Dalam keterangannya, KPK menyebut, penangkapan Wahyu bermula dari adanya informasi akan adanya transaksi keuangan, kepada penyelenggara negara. Setelah lama mengintai, Wahyu lantas dibekuk sebelum uang berpindah tangan.

Baca Juga :   Proyek Umbulan Selesai 2016

Dari keterangan Wahyu ini lah, secara berurutan, KPK mengamankan M. Baqir dan ayahnya Muhdor pukul 06.00 WIB; Dwi Fitri Nurcahyo sekira pukul 06.30 WIB, di kediamannya di Purutrejo. Setelah itu, giliran Wali Kota Setiyono yang dibekuk di rumah dinasnya, pukul 06.44 WIB.
Tak cukup disitu. Pukul 07.00 WIB, Satgas KPK juga meringkus Hendrik, yang tak lain keponakan Setiyono, di rumahnya di kawasan Margo Utomo. Baru kemudian, pukul 10.30 WIB, mengamankan Siti Amini, kepala Dinas Koperasi dan UKM di kantornya.

Kendati tiga diantara dilepas (Siti Amini, Muhdor dan Hendrik), KPK telah menetapkan empat tersangka. Wahyu, Setiyono dan Dwi Fitri. Ketiganya diduga menerima hadiah atau janji dari rekanan mitra Pemkot terkait proyek belanja modal gedung Pengembangan Pusat Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada dinas Koperasi dan UMKM.

Baca Juga :   Toko Onderdil di Pasar Jenjreng Terbakar

Setiyono, Dwi Fitri dan Wahyu, disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan M. Baqir disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Adalah rencana pembangunan gedung Pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM), yang menjadi biang terbongkarnya skandal korupsi paling heboh di Kota Pasuruan. Proyek PLUT mulai dikerjakan tahun ini, dengan anggaran sebesar Rp 2,19 miliar.

Baca Juga :   Presiden Jokowi: Para "Kartini" Adalah Tiang Negeri, Motor Kemajuan

Koordinator Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Timur, M. Dahlan mengatakan, selama ini, pengadaan barang dan jasa, menjadi salah satu spot paling rawan terjadi korupsi. Bentuknya, suap menyuap, permainan harga, dan lain sebagainya.

“Modusnya macam-macam. Memenangkan rekanan tertentu dengan imbalan sesuatu dari rekanan adalah yang paling jamak terjadi. Dan, ini pula yang terjadi pada Wali Kota Pasuruan, Setiyono,” kata Dahlan. Karena itu, menurut Dahlan, harus ada perbaikan sistem dalam proses pengadaan itu, guna mempersempit terjadinya ruang korupsi.

PLUT-UMKM sendiri merupakan program terbaru Pemkot, dalam upaya meningkatkan potensi ekonomi. Selain sentra UKM, gedung tersebut akan dilengkapi sejumlah fasilitas lain. Seperti Balai Latihan Kerja (BLK), showroom produk kerajinan unggulan, serta kantor Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).