Kenapa Harus Villa di Songgoriti?

4914
Waduh!! Saya langsung suudzon. Mereka yang masih belasan tahun tahu darimana harga villa? Di Songgoriti lagi. Kok nggak di wilayah Pasuruan. Tretes misalnya. Dan banyak lagi prasangka buruk lain.

Oleh : Maya Rahma

UNJUK rasa sudah menjadi hal yang lumrah di Indonesia. Baik dari warga biasa, maupun kalangan mahasiswa. Biasanya, demo ini terjadi setelah proses audiensi tidak sesuai harapan, atau bahkan ditolak. Jadilah mereka mengeluarkan uneg-unegnya dengan membawa spanduk, orasi, meneriakkan yel-yel dengan Toa, di tempat sasaran aksi.

Kayak adik-adik di SMKN 1 Rembang. Mereka rupanya mulai menyerap pendidikan anti korupsi yang sudah digencarkan di sekolah-sekolah. Kepala Sekolahnya kali ini sebagai sasarannya. Mereka menyebutnya “tikus berdasi”.

“Itu (Kepala Sekolah, red) tikus berdasi,” kaya Ikhwanudin, siswa.

Mereka bercerita, penyebutan itu bukan tanpa alasan, namun karena beberapa hal. Pertama, mereka keberatan biaya SPP yang dikeluarkan tiap bulannya lebih mahal ketimbang sekolah lain. Katanya, tidak sesuai aturan, yang menyebutkan biaya SPP itu sebenarnya hanya Rp 135 ribu/bulan. Sementara mereka harus membayar Rp 200 ribu per bulan.

Baca Juga :   Demo Kepala Desa Dipicu Pernyataan Anggaran Desa jadi "Tumpengan Kades"

Kata Ikhwan, biaya sekolah yang lebih banyak ini untuk beberapa hal, salah satunya membayar guru GTT. Namun, Rp 200 ribu yang dibayarkan katanya sia-sia, karena sampai sekarang fasilitas sekolah tetap itu-itu saja. Ya, tidak ada perubahan.

Kedua, masih tentang uang, biaya daftar ulang saat memasuki tahun ajaran baru terbilang fantastis. Mencapai Rp 1,8 juta. Lagi-lagi katanya tidak sama dengan sekolah lain yang mereka riset sebelumnya.

“Ruangan kelas banyak yang rusak, tapi tidak diperbaiki,” ujarnya lagi.

Sebenarnya, biaya SPP yang katanya fantastis itu sudah setahun diterapkan. Namun, mereka baru bisa mengutarakan uneg-unegnya hari ini.

Tapi rupanya, banyak yang gagal paham dengan unjuk rasa siswa ini. Gimana mau fokus ke satu titik kayak lagunya Via Vallen, lha siswa ini membawa spanduk dari kertas manila putih yang tulisannya cukup unik.

Baca Juga :   Kepala UPT SMA/SMK/MA Jatim Wilayah Pasuruan Raya Datangi SMKN Rembang

“Harga SPP Lebih Mahal dari pada Harga Villa di Songgoriti,” tulisnya.

Waduh!! Saya langsung suudzon. Mereka yang masih belasan tahun tahu darimana harga villa? Di Songgoriti lagi. Kok nggak di wilayah Pasuruan. Tretes misalnya. Dan banyak lagi prasangka buruk lain.

Ya sebenarnya bisa saja sih mereka pernah wisata bareng keluarga kesana. Tapi stigmanya sudah terlanjur negative kalau anak SMK tahu harga villa, meski sekarang teknologi sudah canggih.

Untuk pembuktiannya, saya akhirnya browsing dengan kata kunci “Harga villa di Songgoriti”. Muncul banyak artikel dan iklan. Mau tahu berapa harganya? Mereka benar, harganya ada yang mulai Rp 75 – 200 ribu per hari. Persis dibawah tarif SPP mereka tiap bulannya. Pinter nih anak-anak, bathinku.

Setelah itu saya coba menanyakan sama si siswa yang ikut demo. Rupanya Ia tidak ikut menyiapkan properti aksi. Saya tanya, Ide nulis harga villa lebih mahal itu darimana?

Baca Juga :   Protes soal Rapid Test, Buruh Indraco Demo

“Dari teman-teman itu. Ya kepikirannya itu mbak, ya ditulis,” katanya.

Saya menanggapi dengan tertawa kecil. Dari jawabannya sih, sepertinya agak polos-polos gimana gitu.

Prasangka buruk saya yang lain, ada udang dibalik perkedel. Jadi mereka ‘sepertinya’ sih ada yang menggerakkan. Ya rangkaian acara demo ini lah, termasuk tulisan viral itu. Entah siapapun oknum itu. Ntah firasat ini benar atau tidak. Karena saya tetap tidak sampai hati tulisan itu tercetus dengan sendirinya dari para siswa. Mungkin, ada yang memberi ide, terus si siswa ini yang menuliskan. Gitu.

Awalnya prasangka saya begitu. Tapi setelah saya tanya-tanya siswa SMA/SMK lain, yang seumuran mereka, katanya hal itu rumlah.