Roda Ekonomi Wisata Kuburan

1800

Jika para wali terdahulu kita hanya mendengar lewat manaqib dan tutur cerita, maka Kiai Hamid kategori manusia  berperilaku terpuji, penuh keteduhan di era modern. Beliau berpulang di tahun 1981.  Ia berjuluk Kiainya para Kiai. Karena tak satupun orang memberi keraguan atas perilaku ibadahnya kepada Allah SWT, maupun hubungan santunnya pada mahluk di sekitarnya. Akan tetapi, lihatlah suasana sekitar masjid Jamik tempat ia disemayamkan, makin hari kian ramai laksana pasar di area alun-alun Pasuruan. Plaza Giant dibangun, nebeng di dekatnya, toko kain, busana muslim, kitab, makanan dan semuanya memadati riuhnya jalan menuju makam. Bahkan Walikota, membuat usulan pada Gubernur, untuk hari libur sehari, ketika Haul Kiai masyhur ini digelar setiap tahunnya.

Efek percepatan ekonomi ziarah kuburan, pernah tergores masalah yang mengundang guyonan. Suatu ketika di tahun 2002, tiba-tiba ditemukan ‘kuburan mumbul’ di daerah Kraton dekat pesantren Sidogiri. Dijuluki mumbul, karena makam itu menggelembung membentuk gundukan tinggi. Maka ramailah kabar beredar, bahwa di situ bersemayam tokoh agama berasal dari Turki yang sempat mampir ke Kraton, lalu wafat di situ. Serempak masyarakat riuh berkunjung ke sana. Setiap hari, gundukan makam makin tinggi, karena peziarah menabur ribuan bunga di sana. Para pedagang berjualan dan meraup keuntungan tidak sedikit.

Pokoknya, makam tiban itu jadi ramai dikunjungi masyarakat dari segala penjuru. Sampai akhirnya, seorang ulama menjelaskan bahwa tidak ada risalah yang menjelaskan tokoh yang dimaksud. Termasuk, mumbulnya makam itu disengajakan orang sekitarnya untuk harapan agar diziarahi orang dan berefek ekonomi untuk masyarakat sekitar. Sungguh kreatif, meski ujungnya penipuan.

Nah, yang tak bisa dilupakan adalah sosok Gus Dur. Bukan karena makamnya di Tebuireng yang kini mendapat julukan Wali 10, karena derasnya kunjungan orang berziarah ke sana. Tetapi karena investigasinya di makam Troloyo, Mojokerto. Melalui penyelidikannya dengan para ahli sejarah, mantan Presiden Indonesia itu menyatakan bahwa, di situ dimakamkan Raja Brawijaya II, yang merupakan Ayahanda Raden Patah, Sultan Demak. Sang raja, masuk Islam kemudian dikudeta adiknya yang bergelar Brawijaya III.  Untuk kemudian, raja tua ini menyepi, membangun masjid dan wafat di Troloyo dengan gelar Sunan Lawu.

Maka ramailah makam dekat Trowulan itu. Hanya saja rombongan peziarah justru kebingungan waktu berada di sana. Disaksikannya, bentuk kuburan di sana ada tiga yang panjang. Mungkin jenazah yang wafat bertubuh tinggi besar, karena trah seorang raja. Selanjutnya puluhan peziarah itu memilh berdoa sangat panjang di kuburan yang paling panjang. Usai berdoa, sang juru kunci berkata sambil tersenyum. ”Maaf Pak! makam yang paling panjang itu kuburan kudanya Mbah Kanjeng Sunan”. | Penulis : Ahmad Baihaqi Kadmi

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.