Jadi Pegawai TU SMP, Pria Ini Tak Mau Terima Gaji Selama 12 Tahun

5973

gajiGempol (wartabromo) – Di saat banyak Pegawai, pendidik, staf yang mulai ribut untuk mendapatkan tunjangan dan gaji yang tinggi, salah seorang pegawai Tata Usaha (TU) lembaga pendidikan Swasta di Gempol, Pasuruan justru tidak pernah minta gaji selama 12 tahun dari lembaga tempatnya bekerja.

Akhmad Dimyati (32), pemuda asal Sumberingin I Desa Sumbersuko, Gempol, Pasuruan tersebut bukanlah anak orang kaya atau memiliki warisan harta yang melimpah. Ia hanya bekerja sebagai pegawai TU Swasta di SMP Islam Al Hidayah Sumbersuko Gempol.

Pertama kali masuk sekitar tahun 2003, dirinya hanya digaji sebesar Rp. 50 ribu perbulan dari lembaga pendidikan tersebut. Ia tidak melamar, melainkan diminta oleh salah seorang pengurus bernama Misto untuk menjadi pegawai TU di SMP Islam Al Hidayah tersebut.

Baca Juga :   Keberadaan Horison Dukung Pengembangan Industri dan Wisata

“Semula dia menolak, namun karena sungkan dan menghormati lembaganya, gaji awal tersebut diterima. Dan, ia mengaku sudah cukup dengan gaji sebanyak itu, ” kata salah seorang temannya yang minta namanya tidak disebutkan.

Selang bergulirnya waktu, Akhmad Dimyati akhirnya mendapatkan jabatan baru. Ia menjadi operator Daprodik dan Bendahara Bos. Namun, ia tetap bersikukuh tidak mau gajinya dinaikkan bahkan nyaris tak pernah mengambilnya.

“Kepala Yayasan sempat berencana menaikkan  gajinya, namun dia  tetap menolaknya dengan alasan tujuan kerja di SMP semata-mata hanya mengabdi dijalan Allah, ” tuturnya.

Namun lantaran sudah menjadi haknya, Pihak sekolah tetap menaikkan gajinya, dimulai dari menaikkan sedikit bayarannya menjadi Rp 100 ribu setiap bulan.

Baca Juga :   Pengikut: Kanjeng Dimas Matur, Padepokan Ini Milik Para Santri

Kemudian, tahun 2006, di masa Periode Kepala Sekolah Abdul Kholiq sampai sekarang tanpa sepengetahuan dia, gajinya dinaikkan Rp. 50 ribu pertahun sehingga pada tahun 2015 gajinya sudah naik menjadi 650 ribu rupiah ditambah gaji sebagai operator dapodik 90 ribu dan uang hadir 2.000 perbulan.

“Meski begitu, ia tak pernah mengambilnya selama 12 tahun bekerja, ” lanjutnya.

Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, selain bekerja di sekolah. Akhmad Dimyati bekerja serabutan termasuk membantu ibunya berjualan kue kering di pasar tradisional Pandaan dan Gempol.

“Dia sering bilang, namanya manusia bukan berarti tidak butuh uang, saya juga butuh tapi saya tau lahan… mana lahan amal dan mana lahan mengais rezeki, sering saya dapat rezeki yang tidak pernah saya duga sebelumnya, lalu saya syukuri,” cerita teman dekatnya ini menirukan ucapannya. (*/yog)