HIV Rentan Menular Lewat Pisau Cukur, Pemkot Probolinggo Didesak Awasi Salon

1328
FOTO: Salah seorang aktivis perempuan mengkampanyekan anti narkoba dan seks sehat/dok.wartabromo.com

Mayangan (wartabromo) – Hati-hati jika anda menggunakan pisau cukur di salon atau tukang cukur. Melalui silet atau pisau cukur yang digunakan kepada pengidap HIV/AIDS bisa menjadi media penyebaran virus mematikan tersebut ke orang lain. Jika tak steril dan pisau itu melukai, bekas darah yang mungkin menempel dapat menular.

Di Kota Probolinggo, jumlah penderita HIV/AIDS semakin mengkhawatirkan. Untuk tahun ini saja hingga September, jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 24 orang. Dengan rincian 17 laki-laki dan  7 perempuan, bahkan 7 orang diantaranya meninggal dunia

Potensi itu sangat rawan terjadi. Karenanya Komisi C DPRD Kota Probolinggo, Jawa Timur, meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat untuk menggencarkan sosialisasi proses penyebaran virus HIV. Baik salon-salon kecantikan maupuntukang cukur yang ada.

Baca Juga :   Empat Anggota PAW Dewan Dilantik

“Dinkes harus turun, agar salon kecantikan atau tukang cukur menggunakan silet, harus hati-hati. Silet yang sudah dipakai jangan dipakai untuk pelanggan yang lain. Ini sangat rentan, karena bila terluka, darah yang menempel dari silet bisa menjadi media penularan,” tegas Ketua Komisi C DPRD Kota Probolinggo Agus Rianto, dalam dengar pendapat bersama Dinkes Probolinggo, Selasa (15/9/2015).

Selain salon kecantikan dan tukang cukur, Komisi C juga merekomendasikan agar Dinkes turun ke sekolah-sekolah. Hal itu dimaksudkan agar pelajar menjauhi perilaku yang bisa menimbulkan risiko penularan HIV/AIDS.

Sementara Hamid Rusydi, anggota Komisi C lainnya, menambahkan, virus HIV menular lewat darah, hubungan seksual, dan air susu ibu terinfeksi HIV. Karena itu, masyarakat tidak perlu terlalu takut kepada pengidapnya. Namun, dalam kenyataan para pengidap HIV/AIDS masih banyak dijauhi masyarakat dan dikucilkan.

Baca Juga :   Soal Detail Tata Ruang, Pansus Tindak Lanjuti Evaluasi Gubernur

Buktinya, warga enggan memandikan, mengkafani, menggotong, dan mengkubur jenazah pengidap HIV/AIDS. Proses tersebut terpaksa dilakukan petugas medis, karena masyarakat awam takut tertular. “Padahal, jika hanya begitu, warga tak akan tertular,” imbuh Hamid. (saw/fyd)