Bukan Gelar Sembarangan, Hanya Ada Satu Mpu Keris di Pasuruan

7409

keris 3Purwodadi (wartabromo) – Langkah UNESCO yang mengakui keris sebagai warisan budaya dunia harus diakui telah memunculkan kecenderungan sebagian orang untuk lebih tahu tentang keris. Bahkan, dalam perkembangannya, banyak perajin-perajin keris yang bermunculan.

Kendati demikian, keberadaan mereka baru sebatas sebagai perajin, bukan sebagai Mpu. Sebab, untuk menyandang predikat sebagai seorang Mpu, banyak proses tahapan yang dilalui. Itu lantaran seorang Mpu, bukan hanya berdasar pada kemampuannya membuat keris, tapi juga spiritualitasnya yang tinggi.

“Menjadi Mpu itu butuh garis keturunan dan kesabaran, mempunyai kekuatan spiritual dan fisik, sehingga proses menjadi Mpu itu dikader dengan proses spiritual yang tinggi,” ujar Kanjeng Raden Arya (KRA) Natakusuma Cakra Hadiningrat saat ditemui di kediamannya di Dusun Parelegi, Desa/Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, akhir bulan lalu.

Baca Juga :   Efisiensi Anggaran, Kendaraan Dinas Pemkot Beli BBM Non-Tunai

Pegiat budaya yang akrab disapa Mpu Purwo ini mengaku sudah tertarik pada keris sejak kecil. Dari 8 bersaudara, hanya dirinya yang tertarik pada dunia perkerisan. Sehingga dari kecil sudah dibimbing kakeknya untuk menjadi seorang Mpu.

Gelar Kanjeng Raden Arya Natakusuma Cakra Hadiningrat sendiri didapatnya dari Kraton Solo pada 2003 lalu. Dengan nama asli Raden Arya Sidiq, sekarang lebih dikenal dengan Mpu Purwo karena tinggal di wilayah Purwodadi, Kabupaten Pusuruan.

Mpu Purwo mengatakan, ada beberapa ritual yang harus dilalui sebelum menjadi seorang ‘Mpu’. Pertama, yang bersangkutan harus menjalani puasa selama 40 hari 40 malam dengan hanya boleh makan polo pendem (tanaman yang berbuah di dalam tanah). Seperti ketela pohon, dan lain sebagainya.

Baca Juga :   Sungai Wangi Tercemar Lagi, Warga Kurban Lahir-Batin

Setelah itu, dilanjutkan dengan 40 hari lagi puasa dengan hanya boleh memakan makanan polo kesampar atau tanaman yang berbuah di tanah seperti semangka atau melon. Baru kemudian, dilanjutkan puasa lagi 40 hari dengan hanya boleh makan polo gumantung atau buah yang berbuah di atas seperti mangga, jeruk dll.

(Baca: Diawali Tirakat, Begini Rumitnya Proses Pembuatan Keris Pusaka)

Selanjutnya 7 hari 7 malam puasa patih geni, yaitu berpuasa tidak boleh berbicara dan menghindari keramaian dan tidak boleh tidur, melakukan meditasi di tempat keramat atau tempat suci. Setelah itu dilanjut dengan 3 hari 3 malam puasa ngebleng dimana calon mpu tadi tidak boleh keluar dari kamar dan tetap tidak boleh tidur.

Baca Juga :   Ulama Probolinggo Himbau Warga Tidak Golput

Berikutnya, adalah puasa ngeluweng.Diantara beberapa ritual lainnya, ritual ini boleh jadi yang terberat. Sebab, seorang calon empu harus dipendem atau dikubur di dalam tanah dalam 3 hari 3 malam, dengan tidak boleh makan dan tidak boleh tidur. Setelah dinilai lulus, baru seorang mpu boleh melakukan penempaan di besolen (Tempat penempaan).

Saat ini Mpu paling banyak memang terdapat di Jawa tengah, dimana Kraton Surakarta dan Jogja sebagai pemangku adat dan budaya jawa. “Kalau pengrajin keris banyak, tapi kalau Mpu di Jawa Timur sendiri memang tidak banyak, di Pasuruan hanya ada saya, selain itu ada di Madiun, Surabaya, Ponorogo dan Singosari,” ujarnya. TABLOID WARTABROMO | OKTOBER 2015 | Ahmad Sururi