Belajar Kopi Bersama Punggawa Republik Kopi Bondowoso

1006

Prigen (wartabromo.com) – Ada yang tertinggal untuk dicermati pada hari pertama Sarasehan Tani Nasional oleh Komunitas Averroes yang dilangsungkan di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, Jum’at (28/7/2017) malam. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bondowoso, M Irfan sedikit membocorkan rahasia sukses mengelola kopi hingga akhirnya muncul istilah Republik Kopi Bondowoso.

Digambarkan oleh Irfan saat itu, bahwa Bondowoso hanyalah sebuah daerah kecil dengan kemampuan berbeda dan tidak bisa menciptakan sebuah kawasan Industri seperti wilayah Kabupaten Pasuruan.

Pada satu momen, pemerintah harus memutar otak, mengetahui jumlah konsumsi kopi dunia tiap waktu kian meningkat, utamanya untuk jenis kopi arabika. Tapi kebutuhan kopi jenis arabika hanya mencukupi 20% kebutuhan dunia, sedang sisanya masih dikuasai jenis kopi robusta.

Sementara, produksi nasional kopi arabika, hanya berjumlah 5% tertinggal jauh dari jenis robusta sebesar 95%.

Baca Juga :   Proyek Pertagas Pasuruan Dihentikan, Ini Curhat Warga Dekat Lokasi Pipa

Ditambah informasi dari kementerian perdagangan, yang sempat mengungkap jika pada tahun 2023, produksi kopi Indonesia diprediksi menurun hingga dinilai dari saat ini menjadi eksportir, nantinya bakal menjadi importir kopi.

Peluang dan keprihatinan tersebut menjadi salah satu dasar hingga akhirnya diputuskan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dengan fokus pada budidaya serta pengembangan kopi khususnya jenis arabika.

Tercatat 62% penduduk Bondowoso waktu itu disebut oleh Irfan merupakan masyarakat berlatar belakang tani.

Namun hal tersebut bukan tanpa kendala, meski Bondowoso memiliki sejarah panjang terkait kopi, pengetahuan atau pemahaman petani terkait cara atau teknik menanam hingga proses produksi lainnya masih terbilang tradisional.

Dalam perkembangannya, punggawa Republik Kopi Bondowoso itu menuturkan, bahwa pihaknya terus melakukan penguatan dari dalam, mulai kerjasama dengan Perhutani hingga Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.

Baca Juga :   Tidak Ada Deklarasi Kampanye Damai, KPU Kabupaten Pasuruan Jadi Sorotan

“Jadi selanjutnya kami terus upayakan, bagaimana meningkatkan produktivitas kopi,” kata Irfan.

Tidak berapa lama, komoditas kopi menjadi tren di Bondowoso. Konsumsi kopi jenis kopi arabika di tengah masyarakat baik nasional atau dunia juga kian meningkat,

Pada akhirnya Bondowoso berhasil menjadi salah satu daerah pengekspor kopi terbesar, setidaknya di Jawa timur.

Tidak berhenti disitu saja, Irfan juga  menambahkan, penguatan dari luar kian digalakkan dan terbukti cukup sukses, dengan berhasil menggaet kerjasama dengan lembaga-lembaga dunia nirlaba yang juga fokus mengembangkan kopi.

Dikatakan terdapat tiga lembaga dunia yang sampai saat ini mendukung upaya-upaya pengembangan Republik Kopi Bondowoso.

“Alhamdulillah, ekspor kopi kami akhirnya dapat terus meningkat tiap tahunnya. Kita sudah deklarasikan Bondowoso sebagai republik kopi. Bahkan 12 negara sudah berkunjung ke tempat kami,”” ucapnya.

Baca Juga :   Resmi Jadi Ibu Kota dan Raih Adipura, Ini Pesan Bupati untuk Warga Bangil

Selanjutnya, Irfan sedikit memberikan tips, agar pengembangan kopi sepatutnya konsen pada pasar hilir. Karena di area pasar hilir, nilai jual kopi bertambah hingga ratusan kali lipat dibanding hanya berkutat pada produksi pada hulunya.

Bondowoso saat ini memiliki cakupan lahan kopi seluas 14 ribu hektar, yang mayoritas ditanami kopi jenis arabika. Sedangkan 24 hektar diantaranya berbentuk Pembangunan UPH (Unit Pengolahan Hasil) Kopi, yang bergerak dan menyasar peluang di bagian hilir.

“Saya sarankan, pasar hilir itu yang paling besar nilai tambahnya. Jika kita jual kopi dalam bentuk ceri (basah), barangkali Rp 8 ribu sampai Rp 12 ribu perkilo. Kalau dikeringkan sampai rendemen 20%, nilai sudah meningkat jadi Rp 90 ribu. Tapi kalau sudah menjadi kemasan berbentuk bubuk kopi, harganya bisa Rp 250 ribu,” ungkap Irfan, punggawa utama Republik Kopi Bondowoso. (*/*)