Tangguk Koboy Ala Kedung Rejoso

1916

 

Tangguk (topi, bahasa Madura) merupakan kerajinan anyaman khas yang dibuat warga Desa Kedung Rejoso, Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Tangguk terbuat dari dari pucuk daun pandan alas. Demi mempertahankan eksistensi dan memperluas pasar, kini desain Tangguk itu dimodifikasi mirip topi Koboy.

Laporan : Muhamad Chorul Efendi

DESA Kedung Rejoso sejak dahulu kala dikenal sebagai penghasil Tangguk. Hampir seluruh warga menggeluti kerajinan anyaman berbentuk caping itu. Sebab bahan bakunya mudah didapat. Pangsa pasarnya juga cukup bagus karena menyasar petani.

Seiring perkembangan jaman dan tergerusnya lahan pertanian, perlahan peminat Tangguk mulai berkurang. Petani banyak beralih pada topi kain yang lebih praktis dan tahan lama. Lambat laun, kondisi itu berimbas pada menurunnya warga yang menjadi perajin Tangguk. Kini jumlah perajin hanya bisa dihitung dengan jari.

Baca Juga :   Dendam Gak Boleh Ngutang Bensin, Pemuda Ini Jadi Otak Perampokan Tetangga

Kondisi itu, membuat Agus Sinam, salah satu pengrajin, prihatin. Ia kemudian mencoba memodifikasi model topi Tangguk, yakni bentuknya mirip topi koboy. Sehingga desain yang dulunya terbilang kuno diubah menjadi lebih modern. Fungsinya pun otomatis berbeda.

“Dulu bentuknya seperti caping (topi petani) di sawah. Karena memang digunakan sebagai penutup kepala kalau musim kemarau,” kata Agus Sinam.

Ia menjelaskan, desain Tangguk yang lebih modern dipergunakan bukan bagi petani di ladang tembakau. Melainkan sebagai produk seni yang bisa dipakai saat jalan-jalan. Harganya juga pasti lebih mahal, karena lebih rumit. Jika Tangguk yang tradisional cuma Rp5 ribu, maka Tangguk desain Koboi dan Sombrero bisa Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per buah.

Baca Juga :   Rumah Warga Grati Dibondet, Polisi: Korban Dituduh Penadah Sapi Curian

Tidak ingin menggarap usaha itu sendiri, Sinam mengajak warga setempat untuk belajar membuat desain baru itu. Sasarannya yakni para perajian Tangguk dan kalangan remaja. Walaupun upayanya tidak berjalan mulus 100 persen.

“Sedikit yang mau gabung. Karena ada beberapa yang sudah nyaman dengan industri Tangguk tradisionalnya,” ungkap pria 43 tahun ini.

Selain dari pengrajin sendiri, tantangan industri Tangguk modern ini ada pada sektor pemasaran. Karena masih baru, peminatnya juga terbilang sedikit. Di sisi lain, Tangguk konvensional memiliki pasar tetap, karena sudah ada tengkulaknya. Kendati demikian, masih ada beberapa warga yang menyempatkan waktunya belajar membuat anyaman yang lebih modern.

“Ide terus berkembang. Sudah ada tas dan juga penutup lampu tidur. Itu semua bahannya dari anyaman daun pandan alas,” ungkap warga Dusun Krajan tersebut.

Baca Juga :   Hanya Ada di Probolinggo, Lomba Nangkap Ikan Pakai Sarung

Camat Kotaanyar, Ponirin, mengatakan dengan belajar sesuatu yang baru, hal itu menandakan bahwa masyarakat mulai melirik pasar baru. Tidak hanya mengandalkan tengkulak. Melainkan bisa bersama berpikir memperluas pasar Tangguk. Sehingga pemerintah pun turun tangan untuk membantu dengan mempromosikannya. Misalnya dengan diikutkan dalam pameran-pameran. Juga memakainya dalam kegiatan dinas yang diselenggarakan Pemkab.

“Konsepnya, ini kan dijual untuk keperluan oleh-oleh khas Kabupaten Probolinggo. Stand utama bisa di objek wisata. Itu masih terus kita upayakan, promosi dan promosi. Semoga ke depan bisa meningkatkan kesejahteraan perajin Tangguk,” harapnya.