Menjaga Tradisi Nyekar Saat Idul Fitri

1716

Probolinggo (wartabromo.com) – Bagi warga Kabupaten Probolinggo ziarah kubur (Nyekar) saat hari raya Idul Fitri masih terpelihara hingga saat ini. Selain bertujuan untuk mendoakan keluarga yang telah berpulang ke Rahmatullah, juga untuk menjaga tali silaturahmi.

Seperti yang dilakukan oleh keluarga besar Wiryo Reso, Dusun Nangger, Desa Alas Kandang, Kecamatan Besuk. Seusai salat Id di musala setempat, puluhan anggota keluarga mengunjungi makam leluhurnya di tempat pemakaman umum (TPU) setempat. Dengan dipimpin sesepuh keluarga, mereka melakukan tahlil dan memanjatkan doa-doa Islami.

“Sudah menjadi tradisi keluarga besar kami, setiap Lebaran atau hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha, kami sekeluarga melakukan ziarah kubur. Harapannya, semoga arwah para leluhur dan sanak famili yang sudah meninggal, mendapat syafaat dari doa yang dipanjatkan,” tutur Desi Faridatul Latifah, Rabu (5/6/2019).

Baca Juga :   Arab Saudi Setop Umroh, Jamaah Asal Probolinggo Ini Gagal Berangkat

Di TPU ini, ada banyak keluarga lain yang melakukan ziarah kubur. Meski mereka juga sering melakukannya di hari lain.

“Di hari-hari biasa kami juga ziarah kubur. Tetapi kalau di hari raya, keluarga yang ziarah kubur lebih lengkap. Kami juga bertemu dengan warga lain dan menjaga silaturahmi,” tambah Toyib, warga Desa Alas Sumur Lor.

Tradisi ziarah kubur di masyarakat muslim Indonesia, sebenarnya telah terjadi ketika Islam mulai berkembang di Nusantara.

Walisongo adalah orang yang pertama mengembangkan tradisi nyekar atau ziarah kubur di Nusantara. Berziarah kubur boleh dilakukan kapan saja. Karena Rasulullah pun tidak menganjurkan waktu untuk berzairah.

“Dalam Islam sendiri, ziarah kubur semula dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Dilarang karena takut merusak akidah mereka, sebab ketika itu akidah umat Islam belum kuat. Tetapi kemudian diperbolehkan dilakukan oleh umatnya. Dalam Islam, ziarah kubur hukumnya sunnah,” kata Ustadz Ismail. (saw/saw)