Pak ZH, Kami Bukan Tukang Hoax…

3995
Saya sangat menghormati Pak ZH. Tetapi, dengan jujur bisa saya katakan, untuk tulisannya itu, Pak ZH telah gagal paham.

Oleh M. As’ad *

REAKSIONER sebenarnya bukanlah sikap saya. Tetapi, beberapa teman meminta saya untuk membuat tulisan untuk meng-counter beberapa hal yang disinggung pimpinan sebuah surat kabar lokal dalam kolom opininya.

Sebagai mantan anak buahnya, saya sedikit memahami gaya berpikir mantan bos saya itu. Oleh saya dan kawan-kawan di kantor kala itu, kami cukup akrab memanggilnya dengan Pak ZH. Dan saya kira, bukan hanya oleh kawan-kawan sekantor kala itu. Panggilan yang sama juga diberikan kawan-kawan grup perusahaan yang lain.

Oleh beberapa kawan, ada beberapa persinggungan pada tulisan itu yang perlu diluruskan agar tidak terjadi salah paham. Apalagi gagal paham. Tak menjadi soal jika kegagalan memahami itu menjadi milik Pak ZH seorang. Akan tetapi, jika kemudian ‘kegagalan memahami’ itu di-publis dengan maksud seolah-olah sebagai kebenaran, lain ceritanya.

Kami tidak mempersoalkan klaim Pak ZH karena berhasil membawa media pimpinannya sebagai koran utama. Apakah itu sebagai prestasi? Itu hak Pak ZH. Saya tidak terlalu ambil pusing. Toh tiras atau oplah media cetak yang terus mengalami penurunan adalah fakta yang tidak bisa terbantahkan.

Baca Juga :   Perusahaan Harus Hati-Hati Manfaatkan Media Sosial

Sebagai satu-satunya koran yang ada di Bojonegoro, mungkin iya. Tetapi, apakah itu menjadi satu-satunya sumber publik untuk mendapatkan informasi, jelas bukan. Apakah koran menjadi satu-satunya media paling efektif untuk menyebarkan informasi, tentu saja tidak.

Perhitungannya begini. Anggap saja, koran tersebut memiliki oplah maksimal 10 ribu. Dengan asumsi satu koran dibaca 3-4 orang, itu berarti koran tersebut ‘hanya’ dibaca 30-40 ribu orang. Bayangkan dengan berita media siber. Untuk satu berita saja, bisa terbaca hingga 50-300 ribu kali.

Tapi itu soal lain. Yang ingin saya tanggapi dari tulisan Pak ZH, adalah pernyataannya soal media online yang menurut penilaian banyak orang tidak kredibel, banyak hoax-nya. Pertanyaannya, media online yang mana?

Pak ZH mungkin lupa. Bahwa perusahaan tempatnya bekerja, juga mulai menseriusi online, sesuatu yang pada awalnya berusaha untuk dilawan –karena dikhawatirkan mematikan koran. Di luar itu, pernyataan tersebut juga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Banyak informasi hoax di internet dengan media online hoax adalah dua hal berbeda.

Baca Juga :   Covid, Dicari dan Dimaki

Publik saat ini sudah cukup cerdas. Bagaimana memverifikasi berita, darimana sumbernya, berita yang di-up benar atau tidak, sudah tahu caranya. Jika kemudian karena konten-konten hoax yang banyak bertebaran di dunia maya atau media sosial, lalu disebut media online kurang kredibel, saya kira tidak begitu.

Sebagai mantan pimpinan, saya sangat menghormati Pak ZH. Tetapi, dengan jujur bisa saya katakan, untuk tulisannya itu, Pak ZH telah gagal paham. Pak ZH bukan hanya mengabaikan keberadaan media massa berbasis online yang dikelola profesional, tapi juga mensejajarkan media tersebut dengan media sosial.

Media sosial semacam facebook, instagram, youtube dan sebagainya memang media penyalur informasi. Tetapi, apakah itu media massa dalam konteks UU Nomor 40 Tahun 1999? Jelas bukan. Sekali lagi, jika kemudian dinyatakan kontens media-media online berkualitas rendah, media yang mana? Sebutkan saja.

Baca Juga :   Perangi Hoaks, AJI Luncurkan Jurnalisme Data

Bahwa banyak media online bertebaran saat ini, memang iya. Tetapi, seyogyanya itu bisa dipahami sebagai runtutan atas hadirnya teknologi digital saat ini. Jika akhirnya banyak juga media-media online abal-abal, sudah ada otoritas yang bisa menanganinya.

Saya justru khawatir. Opini yang termuat di halaman depan surat kabar lokal itu tak ubahnya sebagai bentuk kesesatan dalam berpikir. Silahkan saja Pak ZH bermimpi atau berkhayal setinggi langit, memuaskan diri sendiri karena berhasil menjadi media utama. tapi lupa “kaki masih menginjak bumi”, karena oplah media cetak terus menurun.

Dan kami yang terdaftar dan telah terverifikasi Dewan Pers bukanlah tukang hoax. Kami juga tak perlu mengandalkan klikbait untuk memperpanjang kepulan asap di dapur. Atau melacurkan diri demi mendapatkan iklan.

Selamat ulang tahun ke-20 untuk Radar Bojonegoro, semoga ini menjadi introspeksi dan inspirasi melangkah ke depan. (*)

______

*)  Direktur Konten dan Pemberitaan wartabromo.com