Batik Khas Lereng Semeru, Mulai Bangkit dari Keterpurukan Pasca Erupsi

1765

Candipuro (wartabromo.com) – Pasca dihantam erupsi Gunung Semeru dua bulan lalu, para pengrajin batik di Desa Sumbermujur, Candipuro, Kabupaten Lumajang, mulai bangkit dari keterpurukan. Mereka membangun kembali bisnis batik dengan produk unggulan menggunakan pewarna alami.

Pagi yang tenang kembali tersaji di kaki Gunung Semeru. Pasca dihantam erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember lalu, denyut nadi perekonomian warga mulai terasa. Para pengrajin batik pun bangkit dari keterpurukan.

Sejak aktivitas vulkanik Gunung Semeru mulai reda, mereka kembali ke kesibukan semula. Para pengrajin batik mulai sibuk mencanting. Mereka meneteskan cairan malam panas ke lembaran kain katun putih. Sementara yang lain, sibuk menjemur kain batik yang sudah jadi.

Baca Juga :   Pasien Sembuh dari Corona Meninggal, Pemkab Lumajang Konsultasi dengan Kemenkes

Menariknya, batik yang dibuat para pengrajin asal Desa Sumbermujur ini bukan batik biasa. Selain menonjolkan motif khas Kabupaten Lumajang, batik asli Sumbermujur ini menggunakan pewarna alami.

“Warna biru yang untuk batik ini berasal dari tanaman perdu. Di antaranya indigofera strobilanthes, hingga kulit mahoni. Semua tanaman ini tumbuh subur di Lereng Gunung Semeru,” kata pengrajin batik Sumbermujur, Wigiastuti, Kamis (09/02/2022).

Kerajinan batik yang dilakoni warga desa sumber mujur ini sudah ada sejak sepuluh tahun silam. Warga yang awalnya tidak mengenal batik sama sekali, akhirnya berkecimpung ke dunia batik setelah ikut pelatihan yang digelar Pemkab Lumajang.

Paguyuban pengrajin batik pun dibentuk. “Tidak lama setelah itu, kami memilih berdiri sendiri dan membentuk cikal bakal usaha baru. Mengembangkan usaha hingga dipercaya untuk membuat seragam dinas atau instansi pemerintah,” lanjut wanita 39 tahun ini.

Baca Juga :   Koran Online 17 Juni : Remaja Bawa Golok di Pom Purwosari Ditangkap, hingga KPU Probolinggo Kaget Disebut Gelembungkan Suara

Omzet yang bisa diraup dari penjualan batik ini pun cukup bagus. Untuk batik dengan pewarna sintetis, sebulan bisa menghasilkan antara Rp3 – 5 juta. Sedangkan untuk batik dengan pewarna alami, omzetnya bisa mencapai Rp 7 juta lebih.

Salah satu alasan Batik Sumbermujur laris di pasaran, karena kualitasnya yang bagus dan harganya yang murah. “Saya sudah sering beli di sini. Motifnya hanya ada satu, jadi tidak khawatir ada yang menyamai. Selain itu warnanya juga cukup cantik. Cocok untuk seragam maupun baju yang kekinian,” kata salah satu pembeli, Intan Purnama.

Para pengrajin yakin, dengan usaha yang sungguh-sungguh, bisnis mereka bakal berjalan lancar. Adanya pandemi covid-19 yang berdampak pada sektor ekonomi, ditambah erupsi Gunung Semeru yang membuat mereka lumpuh. Namun dibalik itu semua, mengajarkan para pengrajin untuk selalu berkreasi dan pantang menyerah. (lai/saw)