Stik Kulit Gedhang: Camilan Takjil Enak dan Sehat dari Limbah Kulit Pisang

352
Stik Kulit Gedhang: Camilan Takjil Enak dan Sehat dari Limbah Kulit Pisang

Wonorejo (WartaBromo.com) – Sebuah kisah inspiratif datang dari Ponpes Al-Yasini, Areng-areng, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan. Sejumlah santri di sana berhasil menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengolah camilan unik berbahan kulit pisang.

Camilan yang dinamakan “Stik Kulit Gedhang” ini dibuat dari kulit pisang yang selama ini sering dianggap sebagai limbah dan dibuang ke tempat sampah.

Ide olahan makanan berbahan kulit pisang ini muncul karena banyaknya warga di sekitar ponpes yang menanam pisang. Namun, kulit pisang selalu kurang dimanfaatkan. Oleh karena itu, para santriwati di Ponpes Al-Yasini memutuskan untuk membuat camilan dari kulit pisang yang gurih dan renyah.

“Disini kan wilayahnya banyak tanaman pisang. Dan kurang cara pemanfaatannya, jadi kita santriwati membikin olahan camilan nikmat itu,” tutur Septia Emiliana Putri, salah satu santriwati.

Baca Juga :   Wisuda Virtual Al-Yasini Berlangsung Sukses

Proses pembuatan camilan ini cukup sederhana. Pertama, kulit pisang dikupas dan diiris menjadi potongan kecil memanjang. Kemudian, irisan tersebut dicuci hingga bersih lalu direndam di air sirih dan garam selama sehari.

Setelah direndam, potongan kulit pisang dicampur dengan adonan tepung dan digoreng hingga matang. Camilan ini juga dianggap sehat dan baik untuk kesehatan karena kaya serat dan mengandung vitamin A.

“Prosesnya cukup mudah, diawali dengan mengupas pisang. Kemudian mengiris kulit pisang dan itu adalah bahan utamanya, dan jangan lupa direndam untuk menghilangkan rasa tidak enak,” kata Septia, Kamis (30/3/2023).

Nikmatul Khabibah, guru pendamping para santri tersebut itu mengatakan, pembelajaran membuat olahan camilan dari kulit pisang ini diberikan kepada para santri agar mereka memiliki keterampilan memasak dan berwirausaha.

Baca Juga :   Minggu Besok Pagi Al-Yasini Wisuda Virtual

Dengan adanya lapangan pekerjaan ini, para santri diharapkan bisa lebih mandiri dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri mereka sendiri maupun masyarakat sekitar.

Kisah ini menunjukkan bahwa menjadi santri tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan tentang agama dan teknologi, tetapi juga dituntut untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan mengembangkan potensi yang ada di sekitar mereka.

Selain itu, kisah ini juga mengajarkan kita untuk lebih memanfaatkan potensi alam dan mengurangi limbah dengan cara yang kreatif dan inovatif. (don/yog)