Ramaikan Yadnya Kasada, Anak Suku Tengger Adu Ketangkasan Pasang Udeng dan Jarik

269

Sukapura (WartaBromo.com) – Udeng dan Jarik, menjadi salah satu warisan budaya Suku Tengger yang harus dilestarikan. Dalam rangkaian Yadnya Kasada tahun ini Pemkab Probolinggo menggelar lomba memasang udeng dan jarik, dalam waktu singkat.

Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Probolinggo, Yulius Christian, menyebut bahwa lomba memakai udeng dan jarik ini memiliki makna yang sangat penting.

“Ada proses yang harus dilalui untuk bisa memakai udeng Tengger ini. Hal itulah yang kami tanamkan pada generasi muda Tengger, maupun generasi muda Probolinggo dan nusantara pada umumnya,” katanya, saat ditemui di Desa Jetak, Minggu (04/06/2023).

Upaya ini, lanjutnya merupakan salah satu cara untuk memastikan adanya transfer budaya dari leluhur ke generasi penerus. Selain itu, juga ada filosofi yang terkandung dalam udeng dan jarik ini.

Lomba ini diikuti oleh siswa-siswi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Kecamatan Sukapura. Mekanisme lomba menuntut anak laki-laki untuk membuat dan memakai udeng di kepala dari lembaran udeng yang masih belum terbentuk.

Baca Juga :   Filosofi Ongkek, Tandur Tuwuh dan Kesucian Warga Tengger

Proses penataan udeng dari lembaran menjadi sebuah penutup kepala, atau proses pemasangan jarit menjadi nyaman dilihat, diartikan sebagai kehidupan manusia. Bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang instan. Segalanya butuh proses yang harus dilalui, termasuk proses tumbuh kembang manusia sendiri, mulai dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa, hingga meninggal dunia.

Penggunaan udeng Tengger sendiri memiliki dua ciri khas. Pertama, terdapat segitiga di ujung dahi yang melambangkan trimurti, yakni proses kelahiran manusia, kehidupan, dan kematian. Kedua, terdapat dua ikatan di belakang yang dilarang diikat dengan tali mati, dan posisinya mengarah ke atas. Artinya, simpul itu menandakan kehidupan serta merujuk pada Tuhan Yang Maha Esa.

Bagi anak-anak Tengger, memasang udeng dan jarik sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Dirman Pandu, salah satu peserta lomba pasang udeng tingkat SMP, menyebut bahwa dia sudah terbiasa memasang udeng sejak taman kanak-kanak.

Baca Juga :   Filosofi Ongkek, Tandur Tuwuh dan Kesucian Warga Tengger

“Sudah bisa sejak TK, hasilnya beda, kalau memakai udeng yang sudah jadi itu kadang longgar dan tidak pas. Kalau menata sendiri dari lembaran, lebih keren dan macho,” ujarnya.

Namun, Safa, seorang gadis kelas 6 SD, mengaku grogi dan gugup ketika harus memasang jarik ala gadis Tengger. “Selain lipatannya banyak dan harus pas, tadi grogi,. Waktunya cuma sebentar, ” katanya.

Selain lipatannya banyak dan harus pas, Safa juga merasa grogi karena waktu yang diberikan untuk memasang jarik sangat terbatas. Dalam lomba ini, peserta hanya diberikan waktu maksimal lima menit untuk menyelesaikan pemasangan udeng maupun jarik.

Tokoh Masyarakat Tengger, Supoyo, menjelaskan bahwa udeng dan jarik memiliki makna yang mendalam bagi warga Tengger. Udeng disebut sebagai “Mudeng” atau “mengerti” dalam bahasa Tengger. Hal ini mengandung arti bahwa seseorang yang memakai udeng Tengger mampu berpikir jernih, sehat, dan tenang. Sementara itu, jarik memiliki makna untuk memancarkan aura kewanitaan bagi wanita Tengger.

Baca Juga :   Filosofi Ongkek, Tandur Tuwuh dan Kesucian Warga Tengger

Selain itu, jarik juga memiliki makna agar wanita Tengger tidak merasa iri atau jauh dari penyakit hati. Dengan demikian, diharapkan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Tengger mampu hidup secara harmonis, saling gotong-royong, dan mencapai keberkahan.

Udeng Tengger saat ini juga telah dijadikan sebagai ikon udeng khas Kabupaten Probolinggo. Pemerintah kabupaten memastikan bahwa seluruh pegawai memakai udeng tersebut dalam setiap kesempatan, baik itu seragam resmi maupun batik yang digunakan pada hari-hari tertentu. Tujuannya adalah untuk mengakrabkan udeng Tengger dan memperkenalkan warisan budaya ini ke seluruh penjuru dunia.

Dengan adanya lomba memasang udeng dan jarik ini, generasi muda Tengger diajak untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya mereka. Melalui kompetisi yang menguji ketangkasan dan keahlian mereka dalam memasang udeng dan jarik, diharapkan generasi muda akan semakin terhubung dengan akar budaya mereka. (lai/yog)