Probolinggo (WartaBromo.com) – Tarif penggunaan drone di kawasan wisata Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) mengalami kenaikan signifikan menjadi Rp 2 juta per hari. Kebijakan ini diterapkan bersamaan dengan perubahan harga tiket masuk ke kawasan Gunung Bromo Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Agung Nugroho, Kasubdit Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menjelaskan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2024 yang mengatur tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk kegiatan di kawasan konservasi.
Menurut Agung, izin dan biaya tambahan diperlukan untuk penggunaan drone demi menjaga ketertiban dan keamanan. Serta upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan memastikan pengelolaan kawasan konservasi secara optimal.
“Penggunaan drone di kawasan Bromo harus memiliki izin khusus, dan lokasinya juga sudah ditentukan. Setelah membayar tarif yang ditetapkan, pemilik drone dapat menggunakannya di area yang diperbolehkan,” ujar Agung saat sosialisasi di Malang, Selasa (29/10/2024).
Sebelumnya, tarif penggunaan drone di kawasan ini hanya Rp 300.000 per hari, namun kini melonjak menjadi Rp 2 juta. Hal ini mencakup hak untuk mengoperasikan drone selama satu hari penuh di area yang diizinkan, tanpa batasan jumlah penerbangan dalam sehari.
Selain drone, tarif penggunaan peralatan kamera untuk produksi video komersial di Bromo juga mengalami penyesuaian. Untuk Warga Negara Indonesia (WNI), tarif ini mencapai Rp 10 juta per lokasi, sedangkan Warga Negara Asing (WNA) dikenakan Rp 20 juta.
Agung menekankan, tarif tambahan hanya berlaku untuk pembuatan video komersial, dan tidak mencakup penggunaan kamera ponsel atau handycam.
Pengelola taman nasional, kata Agung, akan mengecek langsung terkait pembuatan film atau video komersial yang dilakukan oleh pengunjung. Memastikan perlengkapan dokumentasi yang dibutuhkan. Juga mengawasi proses pembuatan dan pengambilan titik-titik lokasinya.
“Ketika shooting apakah betul cuma pakai drone saja, atau ada perlengkapannya macam-macam, kita harus mendalami proses produksi film seperti apa, kita pelajari,” tuturnya.
Rudijanta Tjahja Nugraha, Kepala Balai Besar TNBTS, mengonfirmasi bahwa pengambilan gambar non-komersial menggunakan kamera ponsel saat ini bebas biaya. Sedangkan untuk foto komersial, WNI dikenakan Rp 2 juta per lokasi, dan WNA Rp 5 juta.
“Namun, untuk kegiatan penelitian, sosial, religi atau keagamaan, dan pemanfaatan hasil hutan kayu, dikecualikan dari pungutan itu, sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 38 tahun 2014,” ujar Rudijanta Tjahja.
Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan penelitian, acara sosial, keagamaan, dan penelitian lingkungan tertentu dibebaskan dari tarif ini berdasarkan Permenhut Nomor 38 Tahun 2014.
Selain itu, TNBTS kini menetapkan tarif iuran untuk persewaan peralatan wisata alam. Bagi perseorangan, tarifnya Rp 20.000 per bulan, sedangkan badan usaha dikenakan Rp 200.000 per orang per bulan, yang akan disetorkan sebagai PNBP ke kas negara. (saw)