Probolinggo (WartaBromo.com) — Permasalahan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kota Probolinggo. Volume sampah yang terus meningkat, terutama saat momentum tertentu seperti libur Lebaran, mempertegas urgensi penanganan yang lebih sistematis dan partisipatif.
Mentari pagi belum terlalu tinggi saat belasan warga mulai berdatangan ke area TPA Bestari di Jalan Anggrek, Rabu (30/4/2025) lalu. Beberapa di antara mereka tampak memanggul karung plastik, berisi botol-botol bekas minuman dalam berbagai ukuran. Ada yang diikat dengan tali rafia, ada pula yang dimasukkan dalam kantong kresek besar.
Mereka bukan pemulung. Mereka adalah warga yang antusias mengikuti pasar penukaran botol plastik, salah satu agenda unggulan dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025 yang digelar Pemerintah Kota Probolinggo melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Siswati (47), warga Kelurahan Kanigaran, tersenyum lebar saat petugas menimbang botol-botol yang ia kumpulkan. Dua karung penuh berhasil ditukarnya dengan sejumlah barang kebutuhan pokok: mie instan, tempe, sabun cuci piring, telur, hingga pupuk kompos.
“Saya senang sekali. Ini baru pertama kali ikut. Kalau bisa, ke depan lokasi penukarannya ada juga di kelurahan, biar tidak jauh-jauh,” ujar Siswati, sambil merapikan hasil tukarnya di keranjang belanja.
Pasar penukaran botol ini merupakan bentuk nyata dari upaya Pemkot Probolinggo untuk mengajak masyarakat menerapkan Gaya Hidup Sadar Sampah. Melalui pendekatan berbasis insentif, warga diajak menyadari bahwa sampah, khususnya plastik, bukanlah barang tak berguna.
Kepala DLH Kota Probolinggo, Retno Wandansari, mengatakan kegiatan ini tidak hanya mengedukasi, tetapi juga memberi manfaat langsung. “Kami ingin menanamkan bahwa sampah punya nilai ekonomis. Dengan menukar botol plastik, warga mendapat bahan pokok. Ini bukti bahwa pengelolaan sampah bisa dimulai dari rumah,” tuturnya.
Pasar penukaran botol ini bukan sekadar seremonial. Di sekitar lokasi, juga digelar pameran produk daur ulang dari sekolah Adiwiyata, penandatanganan deklarasi komitmen sadar sampah, hingga edukasi tentang menabung sampah menjadi emas.
Permasalahan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kota Probolinggo. Volume sampah yang terus meningkat, terutama saat momentum tertentu seperti libur Lebaran, mempertegas urgensi penanganan yang lebih sistematis dan partisipatif.
Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo, jumlah sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bestari dalam hari-hari biasa berkisar 65 hingga 70 ton per hari. Namun, pada puncak libur Lebaran 2025, tepatnya Sabtu (5/4), volume sampah melonjak hingga 81,1 ton. Lonjakan ini berlangsung hingga H+7, sehingga total akumulasi sampah mencapai 574 ton hanya dalam sepekan.
Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan infrastruktur di TPA Bestari. Dari tiga sanitary landfill yang tersedia, hanya satu yang masih aktif digunakan. Dua lainnya telah ditutup karena kelebihan kapasitas dan kondisi medan yang tidak memungkinkan untuk dilalui truk pengangkut sampah.
Wali Kota Probolinggo, dr. Aminuddin, yang meresmikan kegiatan ini, menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif. “Mengubah perilaku soal sampah tidak bisa instan. Maka, kegiatan seperti ini harus terus dilakukan dan diperluas,” ujarnya dalam sambutan.
Dalam kesempatan itu, dr. Amin juga menyampaikan dua Surat Edaran Wali Kota yang mendorong penggunaan produk daur ulang di lingkungan kerja pemerintahan. Dari tas laptop hingga topi dari bahan bekas, pemkot ingin memberi contoh langsung bagaimana daur ulang bisa menjadi bagian dari gaya hidup.
Gerakan ini pun mendapat sambutan positif dari warga, terutama karena memberikan ruang partisipasi nyata dan bermanfaat. Beberapa warga bahkan berharap pasar tukar sampah bisa menjadi agenda rutin bulanan, atau hadir di setiap kecamatan.
“Kalau bisa, ya rutin saja, misalnya sebulan sekali. Jadi warga bisa semangat mengumpulkan botol, sekaligus dapat sembako. Sampah di rumah juga tidak menumpuk,” kata Nurhasanah, warga Wonoasih, yang datang membawa botol plastik bersama anaknya.
Dengan antusiasme warga dan komitmen pemerintah, pasar penukaran botol di TPA Bestari bukan sekadar aksi simbolik, melainkan langkah awal menuju kesadaran kolektif bahwa menjaga lingkungan bisa dimulai dari hal sederhana—memilah, mengumpulkan, dan menukar. (saw)