Calon Jemaah Haji Tertua Probolinggo, Maimuna (101), Berangkat Berkat Cinta Anak-Anak Usia Boleh Senja, Doa dan Harapan Tak Pernah Pudar

10

Probolinggo (WartaBromo.com) — Di sebuah rumah sederhana di Dusun Duren, Desa Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, kisah penuh haru tentang bakti anak terhadap orang tua terpahat kuat. Di usia 101 tahun, Maimuna tak pernah membayangkan akan menjejakkan kaki di Tanah Suci.

Oleh : Aly Ya’lu WA

Maimuna bersiap menapaki perjalanan spiritual menuju Tanah Suci sebagai calon jemaah haji tertua dari wilayahnya tahun ini. Lebih dari sekadar perjalanan ibadah, kepergiannya menjadi simbol cinta anak-anak yang tak lekang oleh waktu dan keadaan.

Lahir saat negeri ini masih dijajah, Maimuna telah melewati pergantian zaman, dari kemerdekaan hingga era digital. Namun, tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa di usia yang sudah melewati satu abad, ia akan berangkat menunaikan rukun Islam kelima—berkat tangan-tangan penuh kasih dari ketiga anaknya.

“Saya tidak bayar seribu rupiah pun. Semua dari anak-anak,” ucap Maimuna pelan, matanya berkaca-kaca menahan haru.

Ketiga anaknya—Halimatus Sakdiyah, Muhammad Syukur, dan Husnan—bersepakat untuk mewujudkan impian sang ibu beribadah haji. Salah satu dari mereka bahkan rela menjual sapi demi menutup biaya haji yang mencapai hampir Rp 60 juta. Bagi mereka, kebahagiaan ibu lebih bernilai dari harta benda.

Saat proses pendaftaran haji dilakukan pada 2019, uang muka yang harus disetorkan sebesar Rp 25 juta. Namun, setelah pelunasan yang mencapai Rp 34.150.000, jumlah totalnya membengkak. Meski demikian, tak satu pun dari ketiga anak Maimuna mengeluh. Mereka bergantian menanggung beban biaya dengan penuh keikhlasan.

Maimuna, yang menjanda sejak 2012 dan kini tinggal bersama anak bungsunya, Husnan—seorang buruh bangunan—mengaku sangat bersyukur. Ia berjanji akan mendoakan anak-anaknya dalam setiap sujud di Mekkah dan Madinah. “Mereka bilang, yang penting saya berangkat dulu. Siapa tahu nanti giliran mereka,” tuturnya.

Meski usianya lanjut, Maimuna tetap bersemangat menjaga kondisi fisiknya. Setiap pagi ia berjalan kaki ringan di sekitar rumah, sebagai persiapan menghadapi perjalanan panjang dan ibadah di Tanah Suci. Ia dijadwalkan berangkat pada 25 Mei mendatang.

Tak hanya menanti keberangkatan, Maimuna juga rutin menggelar selamatan di hari-hari weton anak-anaknya dan menjalani puasa sunnah demi kesehatan serta keselamatan keluarga. Semua dilakukan dengan niat yang tulus dan cinta yang utuh.

Kisah Maimuna menyentuh hati warga dan pemerintah setempat. Kepala Desa Pakuniran, Ahmad Fauzi, menyebut bahwa keberangkatan Maimuna bukan hanya prestasi pribadi, tapi juga buah dari keteladanan keluarga.

“Didikan yang baik dari orang tua akan menghasilkan anak-anak yang berbakti. Ini bisa menjadi contoh bagi kita semua,” ujar Fauzi.

Pihak desa, menurutnya, akan terus memantau kondisi kesehatan para jemaah asal Pakuniran, terutama Maimuna yang menjadi perhatian khusus karena usianya yang sangat lanjut.

Di tengah modernitas dan tantangan hidup masa kini, Maimuna menjadi oase—sebuah pengingat bahwa cinta seorang ibu dan balas budi anak-anak tidak lekang oleh zaman. Perjalanan hajinya bukan hanya menunaikan kewajiban agama, tapi juga memperlihatkan kekuatan doa dan harapan yang tak mengenal usia.

Seiring waktu yang terus berjalan, Maimuna membuktikan bahwa tidak ada kata terlambat untuk meraih mimpi, apalagi jika cinta keluarga yang menjadi bahan bakarnya.

“Filosofi dari ibadah haji harus betul-betul membekas, agar selepas berhaji, jamaah menjadi insan yang lebih baik secara akhlak dan ibadah,” ujar Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Probolinggo, Samsur.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.