Probolinggo (WartaBromo.com) – Harga tembakau yang menguat hingga Rp 70 ribu per kilogram membuat banyak petani di Probolinggo kembali melirik varietas Paiton VO untuk musim tanam 2025. Kenaikan harga jual daun kering, diprediksi membuat luas areal tanaman bakal meningkat 20 persen dibanding tahun lalu.
Abdullah, petani asal Kecamatan Besuk, mengaku optimistis. Ia meyakini, ketika harga tembakau menguntungkan seperti tahun lalu, akan banyak petani lain yang tertarik untuk mengikuti jejaknya.
“Kalau harga bagus, kami pasti tanam lagi. Tahun lalu banyak yang coba-coba tanam jagung, tapi keuntungannya tidak sebesar tembakau,” tuturnya saat ditemui, Jumat (23/5/2025).
Fenomena ini juga tercermin dari proyeksi Dinas Pertanian (Diperta) Kabupaten Probolinggo. Plh Kepala Bidang Sarana Penyuluhan dan Pengendalian Pertanian, Evi Rosella, menyebut bahwa luas areal tanam tembakau varietas Paiton VO tahun ini ditargetkan mencapai 11.524,70 hektare — naik sekitar 20 persen dari tahun sebelumnya.
Dengan asumsi produktivitas rata-rata 1,2 ton per hektare, total produksi tembakau Probolinggo diperkirakan mencapai 13.829 ton.
“Antusiasme petani tinggi karena cuaca mendukung dan harga tahun lalu stabil. Tapi kami tetap mewaspadai risiko over produksi. Karena itu, koordinasi dengan pihak gudang sangat penting,” ujar Evi.
Tahun 2024 menjadi catatan tersendiri. Meski realisasi tanam hanya 9.172 hektare dari target awal 11.433 hektare, total produksi justru melampaui ekspektasi — mencapai 14.737 ton.
Menurut Evi, ini menunjukkan adanya peningkatan produktivitas di tingkat petani, salah satunya berkat perbaikan pola tanam dan manajemen lahan.
“Kami ingin memastikan tahun ini semua pihak berjalan selaras — dari petani, penyuluh, gudang, hingga asosiasi. Karena kunci suksesnya bukan hanya tanam, tapi juga kepastian pembelian dan tata niaga yang adil,” tegasnya.
BMKG memperkirakan wilayah Probolinggo akan mengalami kemarau basah pada pertengahan Juni 2025. Kondisi ini dinilai ideal untuk menanam tembakau Paiton VO, varietas unggulan yang membutuhkan musim kering dengan kelembaban tanah yang stabil.
“Ini peluang baik. Tapi tetap harus dihitung matang, terutama soal permintaan pasar dan kapasitas gudang. Jangan sampai petani sudah tanam, tapi tidak ada pembeli,” ujar tambah Adam, petani lainnya, menggambarkan kekhawatiran yang sering menghantui petani tembakau.
Untuk itu, Diperta menggencarkan sosialisasi rencana tanam kepada Tim TP2D, Koordinator BPP, penyuluh lapangan, perwakilan gudang, dan asosiasi petani.
Evi menegaskan bahwa musim tanam ini bukan sekadar soal peningkatan produksi. Pemerintah daerah ingin memperkuat tata niaga yang berpihak pada petani.
“Kegiatan ini menjadi refleksi bersama agar petani mendapatkan harga yang layak, dan industri memperoleh bahan baku berkualitas. Pemerintah berperan sebagai jembatan agar ada keseimbangan antara suplai dan permintaan,” ujarnya.
Dengan sinergi yang lebih solid antara pemerintah, petani, dan industri, musim tanam 2025 diharapkan dapat berjalan lebih stabil, tanpa gejolak harga atau kendala distribusi.
“Komitmen kami jelas: memastikan keberlangsungan usaha petani tembakau dan mendorong pertumbuhan agribisnis lokal yang lebih kuat,” pungkas Evi. (saw)