IKA-PMII Pasuruan di Simpang Jalan: Mati Pelan atau Tumbuh Bersama?

58

Oleh: Pandu Hendra*

Saya tidak sedang ingin menyalahkan siapa pun. Saya hanya ingin bertanya jujur pada diri sendiri dan mengajak kita semua merenung:

Masihkah kita peduli dengan IKA-PMII Pasuruan?

Saya percaya, banyak dari kita yang sebenarnya masih peduli, hanya tidak tahu harus berbuat apa, atau tidak merasa punya ruang untuk masuk. Sebagian mungkin sudah pasrah. Sebagian lagi kecewa.
Lalu, apakah itu berarti IKA PMII Pasuruan sudah tamat?

Tidak. IKA PMII Pasuruan belum tamat.

Tapi IKA juga tidak boleh stagnan
Organisasi ini tidak sedang mati, tapi kalau dibiarkan terus dalam pola lama, yang tertutup, feodalistik, dan tidak menumbuhkan kader baru, maka cepat atau lambat kita akan kehilangan fungsinya sebagai rumah besar yang hidup dan dinamis.

Kita tidak kekurangan kader. Kita tidak kekurangan potensi. Kita hanya kehilangan ruang dan semangat untuk membuka diri serta menyambungkan antar generasi. IKA bukan milik segelintir nama. Bukan pula milik mereka yang dekat dengan kekuasaan. IKA adalah milik semua yang pernah bersyahadat intelektual dalam barisan PMII. IKA adalah rumah besar, yang seharusnya mengayomi, bukan menyingkirkan. Yang seharusnya merangkul, bukan memfilter.

Kalau hari ini kita merasa IKA-PMII Pasuruan sedang berada di ujung stagnasi, maka jawabannya bukan diam atau menjauh.

Jawabannya adalah kembali terlibat. Menyumbang ide, tenaga, bahkan sekadar semangat.

Karena kadang, organisasi ini hanya butuh satu hal untuk hidup kembali:
orang-orang yang peduli, bukan orang-orang yang hanya menunggu.

IKA-PMII Seperti Gym: Tidak Instan, Tapi Harus Konsisten

Saya tahu bahwasannya proses membangun IKA bukan pekerjaan instan. Ia seperti proses di gym.
Tidak cukup dengan satu kali datang, satu kali angkat beban, lalu berharap langsung kuat. Begitu juga IKA perlu konsistensi, kesabaran, dan disiplin kolektif.

John P. Kotter, pakar perubahan organisasi dari Harvard, menyebut bahwa perubahan yang sukses hanya terjadi ketika ada sense of urgency, komitmen kolektif, dan dukungan jangka panjang.

Tanpa itu, organisasi akan tenggelam dalam “zona nyaman” dan perlahan kehilangan relevansi.

Di gym, kita tahu tubuh akan berubah jika rutin, terukur, dan fokus. Begitu juga organisasi: akan tumbuh jika dikelola dengan kesadaran jangka panjang, bukan sekadar kosmetik agenda.

Dan layaknya orang-orang yang baru ke gym, kita pun mungkin akan menemui rasa nyeri: perbedaan pendapat, benturan antar ego, atau bahkan konflik kecil. Tapi itu bagian dari proses pembentukan otot organisasi.

Kalau kita takut dengan rasa “sakit” itu, atau trauma dengan Muscab IKA-PMII 2022, kita akan terus jadi lembek.
IKA akan jadi institusi alumni yang “nampak besar” tapi keropos dari dalam.

Peduli Itu Bertindak

Saya tulis ini bukan sebagai kritik kosong. Tapi sebagai panggilan moral:
IKA-PMII Pasuruan belum selesai. Tapi jika ingin tetap hidup, ia harus bergerak, berubah, dan merangkul semua.

IKA tidak boleh hanya jadi etalase nostalgia. Ia harus menjadi rumah yang terus menyala. Jika kita benar peduli, mari kita buktikan. Tidak dengan debat tanpa ujung. Tapi dengan langkah bersama. Sedikit demi sedikit. Seperti latihan di gym. Tapi pasti dan tumbuh.

Karena sekali kita peduli, selamanya kita bertanggung jawab.

*) penulis adalah alumni PMII Salahuddin Pasuruan

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.