Pasuruan (WartaBromo.com) – Menurunnya jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia selama lima tahun terakhir menjadi sorotan penting dalam dunia perbankan nasional. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa sejak 2019, terjadi penurunan signifikan.
Menurut Statistik Perbankan Indonesia dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah BPR turun dari 1.446 bank pada September 2022 menjadi 1.411 bank per September 2023. Penurunan tersebut menunjukkan berkurangnya sebanyak 35 bank dalam kurun waktu satu tahun.
Lantas, apa yang menjadi penyebabnya?
1. Kredit yang Bermasalah (Non-Performing Loan)
Tingkat kredit bermasalah yang tinggi mengganggu arus kas bank dan membuat modal bank terus tergerus oleh beban kerugian. Kondisi ini memaksa BPR menghadapi tekanan likuiditas hingga berujung pada penghentian operasional oleh OJK.
2. Keadaan Ekonomi yang Tidak Stabil
Fluktuasi nilai tukar, inflasi tinggi, dan penurunan daya beli masyarakat sangat memengaruhi kemampuan nasabah dalam membayar cicilan pinjaman. Situasi ini secara tidak langsung meningkatkan risiko gagal bayar dan memperburuk kesehatan keuangan bank.
3. Investasi dan Spekulasi Berisiko Tinggi
Beberapa bank melakukan ekspansi dengan menanamkan dana ke instrumen investasi yang berisiko dan tidak sesuai dengan profil risiko BPR. Ketika pasar tidak mendukung, kerugian investasi tersebut dapat menggerus modal dan likuiditas bank secara drastis.
4. Izin OJK Diterbitkan untuk Likuidasi
OJK memiliki wewenang mencabut izin usaha bank yang dianggap tidak sehat secara finansial atau terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Pencabutan izin ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap nasabah dan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
5. Manajemen yang Lemah dan Praktik Penipuan
Kelemahan dalam tata kelola serta adanya praktik penipuan oleh manajemen atau karyawan membuat reputasi bank hancur dan kepercayaan nasabah hilang. Banyak kasus menunjukkan bahwa fraud internal menjadi faktor utama kehancuran bank dalam waktu singkat.
6. Ancaman dari Sistem dan Teknologi
Serangan siber, sistem yang tidak aman, serta ketidaksiapan menghadapi era digital membuat beberapa BPR tidak mampu bertahan di tengah persaingan. Ketergantungan pada sistem manual juga memperlambat adaptasi sehingga bank kehilangan daya saing di pasar yang kompetitif.
Penyebab bank di Indonesia bangkrut sangat kompleks dan melibatkan banyak aspek, baik dari sisi ekonomi makro maupun internal bank itu sendiri. Untuk itu, bagi pelaku industri perbankan diharapkan untuk menerapkan manajemen risiko yang kuat agar dapat terus tumbuh di masa depan. (jun)