Probolinggo (WartaBromo.com) – Program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH atau Rutilahu) di Kabupaten Probolinggo hampir mencapai garis akhir.
Dari total 337 unit rumah yang dikerjakan pada tahun anggaran 2025, progresnya telah menembus 85 persen.
Program ini mulai dikerjakan sejak pertengahan Maret lalu melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Probolinggo.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 juta untuk setiap unit, yang tersebar di 52 desa di 22 kecamatan.
“Kami sudah menuntaskan sekitar delapan puluh lima persen pekerjaan,” kata Kepala DPKPP, Roby Siswanto, disela-sela peletakan keramik pertama program Rutilahu Lantamal V di Desa Randutatah, Kecamatan Paiton, Senin lalu.
Data RTLH diambil dari hasil survei Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2021 yang dilakukan BPS bekerja sama dengan Bappenas.
Dari 316.287 rumah di Kabupaten Probolinggo, 17.553 unit masuk kategori tidak layak huni.
Program rehabilitasi yang berjalan sejak 2021 berhasil memangkas angka itu menjadi 15.912 unit, sementara rumah layak huni meningkat menjadi 300.375 unit.
Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris, menyebut program ini sebagai salah satu prioritas daerah. Ia mengakui masih banyak rumah warga yang kondisinya memprihatinkan.
“Program RTLH ini diharapkan memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas hidup warga sekaligus menekan angka kemiskinan,” ujarnya.
Haris menekankan pentingnya ketepatan sasaran bantuan. “Kami ingin memastikan setiap rupiah benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan. Ini bukan sekadar renovasi, tapi membangun martabat warga,” katanya.
Bagi warga penerima, program ini lebih dari sekadar renovasi. Sawalas, 62 tahun, tak kuasa menahan air mata saat melihat dinding rumahnya kini bertembok.
“Dulu tiap hujan air masuk dari atap, bawah pintu, lantainya becek, dingin sekali. Alhamdulillah sudah diperbaiki pemerintah,” kata warga Desa Blado Kulon, Kecamatan Tegalsiwalan itu, lirih.
Kabupaten Probolinggo perlahan mengikis deretan rumah reyotnya. Satu per satu, tempat tinggal warga berubah menjadi rumah yang lebih kokoh dan manusiawi.
Membawa harapan bahwa kemiskinan bisa ikut terkikis bersamaan dengan runtuhnya dinding-dinding rapuh itu. (saw)