Probolinggo (WartaBromo.com) — Tandon-tandon kosong dan sumur yang mengering menjadi pemandangan lazim di sejumlah desa di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sepanjang Juli hingga awal Agustus ini.
Kekeringan mulai menggigit, memaksa puluhan dusun bergantung pada pasokan air bersih dari pemerintah daerah.
Sebanyak 43 dusun di 25 desa tersebar di 13 kecamatan kini masuk dalam daftar wilayah terdampak kekeringan versi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo.
Sejak Juni, setidaknya telah dilakukan 14 kali distribusi air bersih, dan jumlah itu diperkirakan terus bertambah seiring kemarau yang belum menunjukkan tanda-tanda reda.
“Kami sudah lakukan asesmen desa terdampak, termasuk wilayah kepulauan seperti Gili Ketapang, serta dua sekolah,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Probolinggo, R. Oemar Sjarif, saat dihubungi WartaBromo.com, Jumat, 8 Agustus 2025.
Sekolah-sekolah yang ikut terdampak antara lain SMP Negeri 1 Sukapura, Kecamatan Sukapura dan SDN Kalikajar Wetan, Kecamatan Paiton.
Keduanya turut meminta pasokan air karena sarana air bersih mereka tak lagi berfungsi optimal.
Dari seluruh wilayah terdampak, Desa Tulupari di Kecamatan Tiris menjadi titik paling sering mengajukan permintaan air bersih.
Desa ini berada di kawasan dataran tinggi dengan akses air tanah yang terbatas.
“Tulupari paling sering minta distribusi. Hampir setiap pekan kami kirim ke sana,” ujar Oemar.
Dalam sepekan terakhir, pengiriman air bersih dilakukan hampir setiap hari oleh Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (TRC PB) BPBD.
Prosedurnya sederhana, desa mengirim permintaan, tim melakukan pengecekan lapangan, dan air dikirim dengan truk tangki.
Beberapa lokasi distribusi air bersih terbaru antara lain: Dusun Karang Tengah, Desa Tulupari – 12.000 liter; Dusun Krajan, Desa Tegalsono (Tegalsiwalan) – 6.000 liter.
Kemudian Dusun Gunung Malang, Desa Malasan Kulon (Leces) – 6.000 liter, Dusun Paoan, Desa Tegalsono – 6.000 liter dan Dusun Bringin, Desa Liprak Kidul (Banyuanyar) – 12.000 liter.
Distribusi pada Kamis, 7 Agustus 2025, mencakup: Dusun Curahwatu, Desa Tigasan Wetan (Leces) – 6.000 liter untuk 53 kepala keluarga (159 jiwa).
Puskesmas Klenang Kidul, Kecamatan Banyuanyar – 6.000 liter dan Dusun Karang Tengah, Desa Tulupari (Tiris) – 6.000 liter untuk 80 kepala keluarga (240 jiwa).
Infrastruktur Tak Siap Hadapi Kemarau
Di sejumlah wilayah, penyebab kekeringan bukan hanya cuaca, tapi juga kerusakan saluran air.
Di Desa Tigasan Wetan, misalnya, saluran PDAM mati, membuat warga tak punya akses air sama sekali.
Warga menggantungkan hidup pada air tangki yang datang dua-tiga kali dalam sepekan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan tentang ketahanan infrastruktur air di daerah rawan kekeringan.
Dalam banyak kasus, sistem distribusi air tak siap menghadapi kemarau panjang, dan warga harus menunggu giliran pasokan air dari pemerintah.
“Kita upayakan pendistribusian semaksimal mungkin. Tapi kalau permintaan terus meningkat, kapasitas armada kami juga terbatas,” ujar Oemar.
Peringatan BMKG: Kemarau Bisa Bertahan Hingga September
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak kemarau terjadi pada Agustus hingga awal September 2025.
Artinya, krisis air di Probolinggo dan wilayah lain di Jawa Timur masih mungkin meluas.
Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan, BPBD terus memantau perkembangan lapangan dan membuka kanal komunikasi dengan pemerintah desa.
Namun, dengan keterbatasan armada dan logistik, distribusi air bersih tak selalu bisa dilakukan secara merata dan cepat. (saw)