Kraksaan (WartaBromo.com) – Wakaf bukan lagi sekadar urusan tanah dan bangunan.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kabupaten Probolinggo ingin mengubahnya menjadi motor penggerak ekonomi umat.
Pesan itu mengemuka dalam Simposium Perwakafan Nasional bertema “Gerakan Masyarakat Gemar Berwakaf dan Penguatan Nazhir Menuju Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Umat dan Peradaban Islam” di aula Universitas Islam Zainul Hasan Genggong, Kraksaan, Selasa, (12/8/2025).
Acara ini menghadirkan deretan tokoh penting, mulai dari Bupati Probolinggo dr. Mohammad Haris, Kepala Kanwil Kemenag Jatim, Akhmad Sruji Bahtiar, hingga pejabat Kementerian Perindustrian RI.
Mereka kompak menyerukan pengelolaan wakaf yang profesional, produktif, dan menyasar kebutuhan riil masyarakat.
Ketua BWI Probolinggo, KH. Moh Ramly Syahir, mengungkap kabar membanggakan bahwa Probolinggo kini berada di posisi kedua tercepat di Jawa Timur dalam percepatan sertifikasi tanah wakaf.
“Ini hasil kerja kolaboratif Kemenag, DPRD, dan Pemkab. Bantuan pemerintah tahun ini memacu semangat kami,” ujarnya.
Meski tantangannya sangat besar. Di antaranya literasi di masyarakat yang kurang. Kemudian sikap masyarakat yang mulai individual yang didorong oleh menyempitnya lahan.
“Yang ketiga problemnya adalah kadang banyaknya permasalahan yang muncul ketika ahli warisnya itu dulu tidak sepakat. Akhirnya satunya nerima, satunya mendahului. Jadi akhirnya bermasalah lama,” sebut pengasuh Ponpes Ulil Albab, Klaseman itu.
Bupati Probolinggo, dr. Moh. Haris mendorong masyarakat tidak menunggu kaya untuk berwakaf. Menurutnya, kontribusi bisa dimulai dari Rp50 ribu atau Rp100 ribu yang dikumpulkan secara kolektif.
“Wakaf adalah warisan kebaikan yang pahalanya mengalir tanpa henti. Edukasi wakaf harus dimulai sejak dini, terutama ke generasi milenial,” tegasnya.
Ia membeberkan tiga kunci gerakan wakaf: gemar berwakaf, literasi sejak dini, dan penguatan peran nazhir.
“Nazhir harus profesional, didukung manajemen kuat, dan terhubung dengan sektor ekonomi agar aset wakaf produktif,” tambahnya.
Kepala Kanwil Kemenag Jatim, Ahmad Sruhi Bahtiar, menilai wakaf berpotensi sebesar zakat jika dikelola serius. Tantangannya ada di pengelolaan dan legalitas aset.
“Kepala KUA memegang peran vital. Tanpa mereka, sertifikasi tanah wakaf tak bisa dilakukan,” katanya.
Sementara itu, Syukur Idayati dari Kementerian Perindustrian RI menekankan perlunya arah pemanfaatan wakaf yang sesuai potensi daerah.
“Ini bukan sekadar amal, tapi juga penguatan ekonomi masyarakat. Dengan sinergi lintas sektor, wakaf bisa jadi pendorong pembangunan nasional,” ujarnya.
BWI berharap simposium ini menjadi titik balik pengelolaan wakaf di Probolinggo: dari sekadar amal ke strategi pembangunan umat yang berkelanjutan. (saw)