Fakta-fakta Film Animasi Merah Putih yang Menuai Sorotan

12

Pasuruan (WartaBromo.com) – Trailer film animasi Merah Putih: One for All baru saja dirilis, namun respons dari publik justru jauh dari yang diharapkan. Alih-alih mendapat apresiasi, trailer ini menuai kritik tajam dari netizen dan beberapa pakar film Indonesia.

Sorotan utama tertuju pada kualitas visual yang dianggap belum maksimal, mulai dari detail karakter hingga efek gerak yang kurang halus, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang standar produksi layar lebar di tanah air.

Lantas, apa saja fakta-faktanya?

1. Visual Dinilai Kurang Memadai

Sejak trailer dirilis, banyak warganet menyoroti hasil animasi film ini. Beberapa kritik menyebut bahwa animasi Merah Putih: One for All jauh dari harapan, bahkan kalah dibandingkan standar animasi Indonesia terbaru seperti Jumbo maupun produksi studio besar dunia.

Detail karakter, latar animasi, hingga efek gerak dianggap kurang halus untuk standar layar lebar, sehingga banyak penonton merasa visual film ini tidak memenuhi ekspektasi.

2. Anggaran Produksi Menjadi Sorotan

Film animasi ini menghabiskan biaya produksi sekitar Rp6,7 miliar. Angka ini menjadi perhatian publik karena menimbulkan pertanyaan apakah besarnya anggaran tersebut tercermin pada kualitas visual yang ditampilkan.

Banyak yang merasa bahwa hasil animasi masih jauh dari memuaskan, sehingga wajar jika publik mempertanyakan efisiensi penggunaan dana.

3. Dibandingkan dengan Animasi Jumbo

Media juga menyoroti perbandingan antara Merah Putih: One for All dengan film animasi Jumbo, yang sebelumnya berhasil menarik 10 juta penonton. Jumbo dinilai memiliki kualitas produksi dan cerita yang lebih memikat.

Perbandingan ini memperkuat kritik bahwa film baru ini memiliki visual yang “tak bisa ditawar”, alias jauh dari standar animasi yang diharapkan penonton modern.

4. Kritik dari Sutradara Terkenal dan DPR RI

Sutradara Hanung Bramantyo mempertanyakan alasan film ini mendapat slot tayang, sementara ratusan judul film Indonesia lainnya masih menunggu kesempatan diputar di bioskop.

Di sisi lain, Komisi X DPR RI dan anggota DPR seperti Lalu Hadrian Irfani menyoroti sejumlah kelemahan, khususnya terkait kualitas visual dan urgensi penayangan film ini.

5. Publik Curiga Proses Produksi Terburu-buru

Selain visual, publik juga menyoroti kesan bahwa film ini diproduksi terlalu cepat, serta kurang transparansi mengenai latar belakang studio pembuat, Perfiki Kreasindo.

Meski demikian, produser eksekutif membantah kabar tersebut, menegaskan bahwa proyek ini telah digagas sejak tahun lalu dan bukan produksi yang terburu-buru.

6. Pemerintah Tidak Memberikan Dana Langsung

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Irene Umar, menegaskan bahwa pemerintah tidak menyuntikkan dana produksi maupun fasilitas promosi secara langsung untuk film ini.

Audiensi yang dilakukan hanya bersifat memberikan masukan, bukan dukungan finansial. Pernyataan ini menepis anggapan bahwa film mendapat bantuan dana pemerintah secara langsung. (jun)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.