Probolinggo (WartaBromo.com) – Generasi muda Kabupaten Probolinggo kian jauh dari akar sejarahnya. Banyak yang tak lagi paham arti lambang daerah, apalagi asal-usul nama Probolinggo.
Kondisi ini membuat DPRD setempat menyorot lemahnya perhatian pemerintah dalam mengenalkan identitas lokal di bangku sekolah.
Ia pun mendorong pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikdaya) Kabupaten Probolinggo untuk memasukkan dalam pembelajaran.
“Jangan sampai anak-anak kita lebih hafal budaya luar ketimbang sejarah dan budaya daerahnya sendiri,” ujar anggota Komisi I DPRD, Fikri Syafi’i, Selasa (16/9/2025).
Menurutnya, pendidikan sejarah lokal seharusnya dikenalkan sejak dini, bahkan menjadi bagian dari muatan lokal di sekolah.
Politikus PDIP ini menegaskan, tanpa fondasi identitas, siswa mudah hanyut dalam arus globalisasi.
“Pengenalan ini bukan hanya soal kebanggaan, tapi juga membentuk karakter dan daya kritis,” katanya.
Ketua Komisi I DPRD, Saiful Bahri, menambahkan, kegagalan mengenalkan sejarah lokal adalah kegagalan membangkitkan nasionalisme.
“Kalau anak-anak mencintai daerahnya, mereka akan lebih mudah mencintai bangsanya,” ujar politikus PPP itu.
Dorongan itu mencuat dalam Focus Group Discussion di Kantor Bupati Probolinggo yang melibatkan sejumlah kantor Bagian di lingkungan Setda Kabupaten Probolinggo.
Ironisnya, forum ini baru digelar sekarang, padahal Kabupaten Probolinggo punya sejarah panjang sejak era Majapahit.
Dulu wilayah ini dikenal sebagai Banger, sebelum diganti Tumenggung Djojonegoro menjadi Probolinggo pada 1770. Nama itu berarti tugu bersinar, merujuk pada cahaya meteor atau bintang jatuh.
Lambang daerah pun kaya simbol: Gunung Bromo, Sungai Banger, angin khas Gending, hingga buah anggur dan mangga. Tapi semua itu kian asing bagi generasi muda, karena tak pernah serius diajarkan di sekolah.
Dengan mendesakkan sejarah lokal ke dalam kurikulum, DPRD berharap pemerintah tak lagi abai pada akar budaya sendiri.
“Identitas ini jangan hanya jadi ornamen di kantor bupati,” ujar Fikri, “tapi hidup di benak setiap anak Probolinggo.” (saw)