Probolinggo (WartaBromo.com) – Jalur curam dari arah kawasan wisata Bromo kembali menelan korban.
Sebuah bus pariwisata bernomor polisi P 7221 UG milik Inds 88 Trans, tak mampu dikendalikan saat melaju di turunan Desa Boto, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo.
Bus menghantam tebing sisi kanan jalan. Sembilan orang dari 55 penumpang rombongan RS Bina Sehat Jember, tewas.
Kementerian Perhubungan tak mau gegabah. Mereka menunggu laporan lengkap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“Rekan-rekan KNKT sedang melakukan investigasi. Kita menunggu hasilnya,” kata Ahmad Yani, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Keputusan soal langkah baru, ia menambahkan, hanya akan diambil setelah laporan resmi keluar.
Fakta yang Menyentak
Investigasi awal kepolisian justru menemukan sesuatu yang mencemaskan: tak ada jejak rem di lokasi tabrakan.
Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Polisi Iwan Saktiadi, menyebut bus melaju kencang, diperkirakan 64–80 kilometer per jam, dengan transmisi berada di gigi tiga.
“Korban meninggal kebanyakan duduk di sisi kanan bus, tempat pertama kali benturan terjadi,” ujarnya.
Bodi bus ringsek. Kaca-kaca pecah. Dari keterangan penumpang yang selamat, barisan kursi keempat hingga ke belakang sisi kanan menjadi tempat paling mematikan.
Meski demikian, dari sisi administrasi, bus itu terbilang “bersih”. Uji KIR, surat kendaraan, izin trayek, hingga SIM sopir lengkap.
Pemeriksaan medis memastikan sopir sehat dan tidak di bawah pengaruh narkoba.
“Perawatan bus sesuai ram check juga dinyatakan layak jalan,” kata Iwan.
Polisi kini menunggu keterangan teknis dari pabrikan Hino, produsen bus itu, untuk memastikan sistem pengereman berfungsi normal atau tidak.
Rem Blong Bukan Satu-Satunya Tersangka
KNKT punya catatan panjang soal kecelakaan serupa.
Ahmad Wildan, Senior Investigator KNKT, mengungkapkan bahwa sejak 2015 hingga 2025, kasus rem blong kerap lebih kompleks ketimbang sekadar kerusakan komponen.
“Transmisi dan perilaku pengemudi di jalan menurun juga faktor krusial,” katanya dalam sebuah podcast di Bromo FM bersama Kepala Dinas Perhubungan Probolinggo, Edy Suryanto.
Wildan mengingatkan pentingnya disiplin penggunaan gigi rendah, larangan posisi netral, serta pemanfaatan rem mesin.
“Kami sudah melakukan inspeksi lapangan. Hasilnya akan dibawa ke forum bersama pemerintah daerah. Salah satu opsi, pemasangan rambu SOP di rest area kawasan wisata Bromo,” ujarnya.
Jalur Bromo dan Pengawasan Lokal
Edy Suryanto memastikan jalur Bromo sudah dilengkapi fasilitas keselamatan sesuai standar.
Setiap dua pekan sekali, tim gabungan Dishub melakukan pengecekan kendaraan.
Ia juga melibatkan masyarakat Tengger menjaga jalur wisata itu, termasuk larangan penggunaan motor matic.
“Bromo bukan hanya destinasi wisata. Ia juga kawasan budaya yang harus dijaga,” tegasnya.
Ke depan, Dishub dan Pemkab Probolinggo akan memperluas sosialisasi dengan memasang banner di penginapan dan hotel sekitar.
Harapannya, wisatawan lebih sadar risiko, dan disiplin keselamatan tidak lagi dianggap sepele.
Tragedi bus maut Bromo bukan kali pertama.
KNKT, kepolisian, hingga Kemenhub kini berpacu menemukan jawaban yang utuh: apakah semua sistem teknis normal, atau ada kelalaian manusia yang berperan besar? (saw)