Probolinggo (WartaBromo.com) — Kepolisian Resor (Polres) Probolinggo akhirnya menetapkan Al Bahri (60), sopir bus wisata Hino Ind’s 88, sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan maut yang terjadi di jalan raya Sukapura–Probolinggo di KM 110 masuk Desa Boto, Kecamatan Lumbang, pada Minggu (14/9/2025) lalu.
Penetapan status tersangka diumumkan oleh Kapolres Probolinggo, AKBP Muh. Wahyuddin Latif, dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (22/9/2025) petang.
Menurutnya, keputusan ini diambil setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi serta mengumpulkan bukti-bukti teknis dan dan gelar perkara dari lokasi kejadian.
“Kami naikkan status driver bus dari saksi menjadi tersangka,” katanya.
Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan tim penyidik, kecelakaan diduga kuat terjadi akibat kelalaian dari pengemudi.
Al Bahri dianggap tidak cakap dalam mengendalikan kendaraan, terutama dalam hal tata cara pengereman di medan menurun seperti yang ada di jalur Sukapura–Probolinggo.
“Pengemudi diketahui melakukan pengereman secara berulang-ulang di jalur menurun, yang seharusnya dilakukan dengan teknik engine brake. Hal ini menyebabkan sistem rem mengalami overheat dan akhirnya gagal berfungsi. Dan ditemukan juga kendaraan bus tersebut dalam kondisi gigi 3 bukan pada gigi rendah,” terang Kapolres.
Bus naas tersebut diketahui membawa rombongan wisata dari RS Bina Sehat Jember yang tengah dalam perjalanan pulang usai melakukan perjalanan rekreasi ke Gunung Bromo.
Akibat dari kecelakaan tersebut, sebanyak enam orang dinyatakan meninggal di lokasi kejadian, 3 korban lainnya menyusul meninggal saat menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
“Dua hari pasca kejadian, satu korban lagi yang sebelumnya dirawat di RS Bina Sehat Jember juga dinyatakan meninggal dunia. Dengan demikian, total korban jiwa dalam insiden ini mencapai sembilan orang. Sementara 43 penumpang lainnya mengalami luka-luka,” ucapnya.
Al Bahri kini telah resmi ditahan di Mapolres Probolinggo guna menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan Pasal 310 ayat 4, 3, 2, dan 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara serta denda hingga Rp12 juta,” tegas Kapolres. (lai/saw)