Makan Belatung Gratis

31

“Halah telek, cak. Bantuan uang bisa-bisa malah dipakai bapaknya depo judol, ibunya beli kulkas. Anak tetap tidak dapat makan bergizi. Wong bantuan tunai di negara sampeyan ini malah dipakai mangan enak dan ngelencer.”

Oleh: Abdurrozaq

Warung Cak Sueb di bibir sungai itu memang benar-benar mirip markas PBB. Obrolan orang warung benar-benar berkelas dan menyentuh akar masalah. Bukan seperti obrolan di Senayan yang penuh muslihat dan tak bermanfaat bagi para jelata seperti Wak Takrip dan para peminum kopi itu. Kali ini, sekali lagi Mahmud Wicaksono dan Cak Paijo LSM berdebat sengit. Kali ini, tentang program Makan Bergizi Gratis alias MBG.

Perdebatan dipicu saat Mahmud Wicaksono membaca berita tak masuk akal: Menu Makan Siang Gratis di Bangil terdapat belatung. Program baru pemerintah ini, katanya agar anak-anak sekolah sehat, pintar, dan masa depannya cerah. Tapi di Bangil, kenyataannya horor. Mau tidak percaya, wong sudah ditulis wartawan media online. Mau percaya, kok mirip santet kiriman pesaing warung, yang ingin saingannya sepi pelanggan. Apa mungkin ini ulah saingan pengelola MBG kalah ternder, karena pemenang punya orang dalam?

“Anggaran triliunan, hasilnya lauk berbelatung. Ini Makan Bergizi Gratis, apa Makan Belatung Gratis!” Ujar Cak Paijo provokatif.

Mahmud Wicaksono, yang meski nasibnya begitu menyedihkan karena penguasa selalu salah kebijakan, tetap NKRI harga mati. Tukang cukur itu mencoba tetap kalem. Tapi wajahnya jelas gerah. “Sampeyan jangan lebay, Cak. Itu cuma kasus di satu tempat. Program ini bagus. Niatnya mulia. Kalau ada insiden, itu kesalahan teknis.”

“Teknis apanya? Wong masaknya jam satu malam, dibagikan jam sepuluh pagi,” damprat Cak Paijo LSM. “Sembilan jam di luar kulkas. Ayam saja kalau ditaruh begitu lama, ya jelas mambu. Banyak juga kok kasus keracunan. Jangan biasakan memfitnah salah teknis!”

Orang-orang di warung mulai ikut nimbrung. Meski tak seberapa paham, media sosial sudah membuat mereka melek informasi, meski hoax lebih banyak mereka percayai. Mereka juga terkadang terhibur melihat dua orang ini berdebat. Bagaimana pun seru dan brutalnya debat mereka, akhirnya ya joinan kopi dan berbagi rokok eceran.

“Mending program ini dihapus, Mas,” tegas Cak Paijo LSM, seakan ia penasihat kepresidenan. “Ganti saja dengan beras. Orang tua bisa masak sendiri, dijamin lebih higienis.”

“Pret! Kalau diberi beras, nanti dimakan sekeluarga. Bapaknya ikut, ibunya ikut, kakeknya ikut. Anak sekolah malah tidak kebagian. Ini tujuanya biar anak-anak sehat, malah berasnya habis buat satu rumah,” kilah Mahmud Wicakono.

“Kalau begitu uang saja. Bantuan uang tunai. Anak bisa beli makan bergizi di kantin sekolah,” ujar Cak Paijo LSM enteng.

“Halah telek, cak. Bantuan uang bisa-bisa malah dipakai bapaknya depo judol, ibunya beli kulkas. Anak tetap tidak dapat makan bergizi. Wong bantuan tunai di negara sampeyan ini malah dipakai mangan enak dan ngelencer.”

Warung makin riuh. Cak Sueb nyeletuk, “Kalau dikasih uang, aku juga mau daftar sekolah lagi, Cak.” Semua tertawa, kecuali Mahmud dan Paijo. Mereka terlalu serius untuk ikut bercanda.

“Inna lillahi, debat lagi,” ujar Gus Karimun sambil tersenyum. “Sampeyan berdua ini kalau debat, lebih panas daripada DPR saat rapat. Tapi alhamdulillahnya, lebih berbobot dari bahasan orang-orang partai.”

“Ya saya geram, Gus. Masa anak-anak sekolah diberi makanan basi. Kalau begini, programnya lebih baik dihapus.”

“Tapi cak, kalau dihapus, anak-anak kurang mampu siapa yang menjamin kecukupan gizinya?”

“Ya jangan dihapus, dong,” usul Gus Karimun. “Sebenarnya solusinya gampang. Dapurnya jangan satu. Dibagi ke beberapa titik. Masak pagi untuk makan pagi, masak siang untuk makan siang. Wong ini makan anak-anak, bukan distribusi logistik perang.”

“Saya sebenarnya sempat curiga, gus. Kok makin banyak kasus keracunan MBG. Jangan-jangan ini sabotase musuh politik yang sengaja mendiskreditkan program ini,” kata Mahmud Wicaksono seraya menggasak rokok eceran Cak Paijo LSM.

“Oposisi kan suka kebablasan kalau menyerang. Padahal program ini bagus, cuma eksekusinya yang salah.”

“Ya kalau eksekusinya salah, itu namanya gagal, Mas! Apalagi dananya cukup besar,” serang Cak Paijo LSM.

“Kalau jujur, program makan gratis ini idenya tidak jelek. Di negara maju, sekolah menyediakan makan siang sehat. Anak tinggal makan, tidak pusing bawa bekal. Tapi di negara Wak Takrip, masalah klasik muncul: tender dikuasai kroni, pengawasan lemah, eksekusi berantakan. Hasilnya? Nasi basi, lauk amis, belatung gratis,” kata Gus Karimun.

“Sebenarnya, warung-warung seperti Cak Sueb bisa dilibatkan, kok. Jadi setiap warung diberi jatah proyek berapa bungkus gitu, SOP diperketat biar menu seragam. Dan, andai ada menu yang tak layak konsumsi, kan tinggal memborgol pemilik warung? Lagi pula, kalau dipercayakan ke warung-warung swasta seperti Cak Sueb, selain mensupport UMKM, kan kongkalikong dana bisa diminimalisir. Masa orang seperti Cak Sueb akan tega korupsi dana MBG? Orang kecil kan jauh jujur dan tulus daripada orang-orang besar?” kata Gus Karimun. Ada benarnya juga. Tapi apa mereka bisa menerima?

*Tulisan hanya fiksi semata, penulis adalah penganut NKRI harga mati

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.