Probolinggo Dorong Pesantren Ramah Anak, Langkah Strategis Benahi Pola Asuh Santri

10

Probolinggo (WartaBromo.com) – Pemerintah Kabupaten Probolinggo mulai menaruh perhatian serius pada dunia pesantren.

Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB (DP3AP2KB), sebuah gagasan besar diluncurkan: Pesantren Ramah Anak (PRA) 2025.

Program ini lahir seiring pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Fasilitasi Pesantren.

Kepala DP3AP2KB, Hudan Syarifuddin, menilai pesantren memiliki peran yang lebih luas dari sekadar lembaga pendidikan agama.

Ia menyebutnya sebagai “kawah candradimuka” yang membentuk karakter.

Namun, di balik citra mulia itu, praktik pengasuhan otoriter, kekerasan verbal maupun fisik, hingga keterbatasan fasilitas masih menjadi catatan.

“Pesantren Ramah Anak adalah upaya nyata menciptakan lingkungan yang tidak hanya mendidik, tapi juga melindungi serta memberdayakan santri,” ujar Hudan, Kamis (2/10/2025).

Program PRA digagas dengan cakupan luas. Ia tidak hanya berbicara soal perlindungan anak, tetapi juga pendidikan inklusif, keterlibatan orang tua, peningkatan kesehatan, hingga kesadaran tentang hak-hak anak.

Hudan optimistis, bila konsep ini diterapkan konsisten, Probolinggo bisa berkontribusi pada pencapaian Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045.

“Implementasi PRA bukan sekadar memperkuat citra positif pesantren, tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan dan pengasuhan di dalamnya,” katanya.

Ruang Diskusi di Tengah Tantangan

Upaya itu tidak berhenti di atas kertas. Beberapa waktu lalu, DP3AP2KB mengundang puluhan pengasuh pesantren dalam sosialisasi PRA 2025 yang digelar di ruang pertemuan Tengger, Kantor Bupati Probolinggo. Sedikitnya 90 pengurus pondok hadir.

Para peserta mendapat paparan dari Kementerian Agama Kabupaten Probolinggo.

Serta Nanang Abdul Chanan, fasilitator nasional yang lama mengadvokasi isu perlindungan anak di pesantren.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rigustina, menekankan pentingnya kesadaran kolektif.

Menurutnya, masih ada pesantren yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip perlindungan anak.

“Pesantren harus menjadi rumah kedua yang aman, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang santri,” ucapnya.

Program ini bukan tanpa tantangan. Resistensi budaya, keterbatasan sumber daya, hingga cara pandang lama di sebagian pesantren bisa menjadi batu sandungan.

Namun, pemerintah daerah tampak berkomitmen untuk mengawal proses perubahan tersebut.

Bagi Probolinggo, Pesantren Ramah Anak 2025 bukan hanya jargon pembangunan.

Ia adalah proyek sosial yang berupaya menyiapkan generasi santri dengan kualitas hidup lebih baik, tanpa kehilangan akar tradisinya. (saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.