Gelombang Boikot Trans7 Meluas, Santri Probolinggo Turun ke Jalan Bela Kiai

58

Probolinggo (WartaBromo.com) — Ribuan santri dan alumni pondok pesantren di Kabupaten Probolinggo menggelar aksi damai di depan kantor DPRD setempat, Minggu (19/10/2025).

Mereka menuntut permintaan maaf terbuka dari stasiun televisi Trans7 dan pemiliknya, Chairul Tanjung, atas tayangan program Xpose Uncensored yang dinilai merendahkan martabat kiai dan lembaga pesantren.

Massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Probolinggo (FKPPPro) itu datang dari berbagai penjuru daerah.

Mereka merupakan gabungan santri dan alumni dari sejumlah pesantren besar, seperti HIMASAL (Alumni Lirboyo), TANASZAHA Genggong, Nurul Jadid Paiton, dan Nurul Qodim Kalikajar. Aksi ini juga didukung PCNU Kraksaan, serta badan otonom seperti Ansor dan Banser.

Dari titik kumpul di Lapangan Pajarakan, massa berjalan kaki sejauh dua kilometer menyusuri jalur Pantura Probolinggo–Situbondo menuju kantor DPRD.

Sepanjang perjalanan, mereka bershalawat dan membawa spanduk bertuliskan kecaman terhadap tayangan yang dianggap mencoreng nama baik pesantren.

Di halaman gedung dewan, KH Moh. Hasan Naufal atau Gus Boy, selaku koordinator aksi, membacakan tujuh tuntutan resmi kepada pihak Trans7, pemilik Trans Media Group, dan lembaga pengawas penyiaran nasional.

“Santri bukan anti kritik. Tapi kami menolak jika pesantren dijadikan bahan olok-olokan dan tayangan yang menyesatkan publik,” ujar Gus Boy di hadapan ribuan peserta aksi.

Tujuh Tuntutan Santri

Dalam pernyataannya, Gus Boy menyebut tujuh poin tuntutan tersebut merupakan langkah moral sekaligus tanggung jawab sosial kalangan pesantren dalam menjaga marwah pendidikan Islam.

1. Chairul Tanjung diminta sowan kepada para kiai yang disebut dalam tayangan, sebagai bentuk penghormatan dan permintaan maaf langsung.

2. Trans7 diminta menayangkan permintaan maaf resmi di seluruh platform media miliknya, baik televisi maupun digital.

3. KPI RI diminta memperketat pengawasan terhadap tayangan yang berpotensi menimbulkan fitnah dan polarisasi sosial.

4. Sanksi hukum tegas diharapkan diberikan kepada Trans7, baik berupa teguran keras maupun penghentian sementara program.

5. DPRD Probolinggo didesak meneruskan aspirasi ini ke DPR RI untuk evaluasi sistem pengawasan penyiaran nasional.

6. Trans7 diminta membuka identitas tim produksi dan narator tayangan Xpose Uncensored yang bertanggung jawab.

7. Santri menyerukan tayangan “Khazanah Pesantren”, sebagai bentuk edukasi dan penggambaran positif kehidupan pesantren.

“Kami mendesak Trans Media melakukan pembersihan total di internal mereka, bukan hanya putus kerja sama dengan rumah produksi,” tegas Gus Boy.

Aksi yang berlangsung damai itu juga diwarnai pembacaan doa bersama dan lantunan lagu Yaa Lal Wathan sebagai simbol cinta tanah air dan komitmen menjaga nilai Islam Nusantara.

Dukungan DPRD dan Pemerintah Daerah

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Didik Humaidi, menemui langsung para peserta aksi. Ia mengapresiasi sikap santun para santri dalam menyampaikan aspirasi.

“Kami menerima dengan hormat aspirasi dari para santri dan ulama. Semua tuntutan ini akan kami sampaikan ke DPR RI agar dapat ditindaklanjuti secara resmi,” kata Didik.

Bupati Probolinggo dr. Mohammad Haris bersama Wakil Bupati Fahmi AHZ serta Forkopimda Kabupaten Probolinggo juga turut hadir di lokasi sebagai bentuk dukungan terhadap penyampaian aspirasi yang damai.

Boikot Trans7 Meluas

Isu boikot terhadap Trans7 kini berkembang menjadi gerakan nasional. Sejumlah pesantren di berbagai daerah turut menyerukan aksi serupa sebagai bentuk solidaritas terhadap dunia pesantren.

Kontroversi ini bermula dari tayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang menampilkan narasi bernuansa negatif tentang kehidupan pesantren. Tayangan tersebut memicu kecaman luas dari masyarakat, termasuk PBNU, LPBH PBNU, dan berbagai organisasi keagamaan lain.

“Pesantren adalah institusi tertua di Indonesia, bahkan sebelum negara ini berdiri. Framing negatif terhadap pesantren sama saja dengan melecehkan sejarah dan nilai bangsa,” ujar Gus Boy menutup orasinya.

Bagi kalangan santri, aksi ini bukan sekadar protes, melainkan gerakan moral untuk mengingatkan media agar lebih bijak dalam menayangkan konten publik, khususnya yang berkaitan dengan nilai religius dan kearifan lokal. (aly/saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.